Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Lailatul Qadar

Kisah Nyata Peristiwa Lailatul Qadar, Cahaya dari Langit Terangi Masjid, Warga Mengira Ada Kebakaran

Lailatul Qadar disebut dalam surat Al Qadr yang menerangkan bahwa Lailatur Qadar adalah satu malam yang penuh kemuliaan di Bulan Ramadhan.

|
Editor: Sakinah Sudin
Istimewa
Ilustrasi. Kisah nyata peristiwa Lailatul Qadar, cahaya dari langit terangi masjid. Warga mengira ada kebakaran. 

AGH Ambo Dalle mengalami peristiwa Lailatul Qadar di tahun pertama pengembangan Pondok Madrasah Arabiah Islamiyah (MAI) Mangkoso, belakangan diubah namanya menjadi Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) dalam pertemuan alim-ulama di Soppeng.

Masjid tempat yang ditempati AGH Ambo Dalle itikaf saat didatangi Lailatul Qadar itu kini bernama Masjid Jami’ Addariah di Komplek Pondok Pesantren DDI Mangkoso.

“Peristiwa spiritual luar biasa tersebut ditandai oleh seberkas cahaya yang memenuhi setiap sudut masjid," jelas pembina Pondok Pesantren DDI Mangkoso, Ahmad Rasyid Amberi Said beberapa tahun lalu.

"Masyarakat mangkoso yang kebetulan terjaga malam itu menyangka kalau masjid terbakar," ujarnya.

Ahmad Rasyid Amberi Said pun membeberkan doa yang diucapkan Gurutta Abdul Rahman Ambo Dalle.

"Gurutta Abdul Rahman Ambo Dalle mendoakan agar diberi ilmu yang berkah dan tujuh generasinya menjadi ulama besar Ahlussunnah Wal Jamaah,” kata dia.

Untuk mengenang peristiwa itu, empat buah tegel di tengah Masjid Jami’ Addariah dilengketkan tanpa campuran semen.

“Di sinilah Gurutta duduk saat didatangi Lailatul Qadar,” kata salah seorang jamaah suatu ketika.

Sebagian warga Mangkoso, yang hidup di masa itu, mengatakan, beberapa hari air sumur di rumah AGH Ambo Dalle terasa manis dan lezat airnya setelah peristiwa itu.

AGH Ambo Dalle hijrah ke Mangkoso dari Sengkang untuk mengembangkan pengajian di Soppeng Riaja atas permintaan berkali-kali Datu Soppeng Riaja, Andi Yusuf Dagong Petta Soppeng.

Pengajian perdana dilakukan di Masjid Mangkoso hari Rabu tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 M.

Sejak itu Mangkoso dikenal sebagai kota “pangngaji”.

Dijuluki tempat yang tenang, penduduknya hidup tenteram.

Jangankan perampok atau pencopet, pencuri sekecil apapun tidak pernah ada.

Bahkan, bila ada di antara warga melakukan perbuatan zina, Gurutta langsung diberitahu.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved