Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Alasan Sebenarnya Mahasiswa Batal Demo Jokowi di Istana Negara Bocor, Gedung DPR Jadi Sasaran

Sebanyak 1.200 personel aparat kepolisian dikerahkan untuk membantu pengamanan selama aksi unjuk rasa.

Editor: Ansar
Kompas.com
Aksi unjuk rasa mahasiswa di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, sempat menegang pada Senin (28/3/2022).(kompas.com/REZA AGUSTIAN ) 

"Pemerintah mengimbau agar di dalam menyampaikan aspirasi supaya dilakukan dengan tertib, tidak anarkistis, dan tidak melanggar hukum," kata Mahfud.

Mahfud menekankan, unjuk rasa tersebut untuk menyampaikan aspirasi agar bisa didengar pemerintah dan masyarakat.

Secara khusus, ia meminta agar aparat tidak represif terhadap para peserta aksi.

"Tidak boleh ada kekerasan, tidak membawa peluru tajam, juga jangan sampai terpancing oleh provokasi," ujarnya.

BEM SI menganggap aparat tidak punya alasan untuk bertindak represif kepada para peserta aksi, terlebih dengan pernyataan Mahfud seperti itu.

"Bila Bapak Mahfud MD juga sudah mengatakan seperti itu, kami harapkan pihak aparatnya pun bisa mengerti. Kita bisa selaras bersama buat kelangsungan hidup ataupun kesejahteraan masyarakat Indonesia," ujar Koordinator Bidang Media BEM SI Luthfi Yufrizal kepada Kompas.com, Minggu (10/4/2022).

"Kami berharap agar aksinya berjalan dengan lancar dan tidak ada tindakan represif dari pihak aparat," lanjutnya.

Pertaruhan untuk aparat Penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian ialah untuk mencegah, menghambat, dan menghentikan tindakan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.

Hal itu merujuk pada Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009.

Namun, korban-korban yang berjatuhan dari aksi demonstrasi menunjukkan bahwa anggota Polri menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mencederai atau bahkan melukai massa aksi.

Padahal, penggunaan kekuatan harus seimbang dengan situasi dan sedapat mungkin tidak menggunakan kekerasan.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak kepolisian agar dapat menghargai hak warga masyarakat menyuarakan pendapatnya terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya, melalui standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang baku.

"Sehingga, tindakan represif saat situasi di lapangan memanas harus dihindari dengan tetap mengedepankan pasukan pengendalian massa (dalmas)," kata Sugeng dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (10/4/2022).

Menurutnya, pergeseran dan penarikan pasukan dalmas dengan pasukan huru-hara (PHH) harus dihindari.

Langkah ini dinilai harus jadi upaya terakhir apabila situasi di lapangan sudah sangat tidak terkendali.

"Karena, biasanya pergeseran atau pergantian pasukan tersebut, akan memicu gesekan-gesekan antara pengunjuk rasa dengan aparat pengamanan.

Tidak jarang, hal ini menimbulkan kericuhan dan situasi chaos," tutup Sugeng. (Tribuntimur.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved