Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Harga BBM

Harga Pertamax Naik Rp 12.500 - Rp 12.750 Per Liter Tak Berlaku se-Indonesia, Jawa - Sumatera Aman

Akhirnya harga Pertamax resmi naik dari Rp 9.000, Rp 9.200, dan Rp 9.400 per liter menjadi Rp 12.500 hingga Rp 12.750 per liter.

Editor: Edi Sumardi
MY PERTAMINA DAN PERTAMINA.COM
Ilustrasi SPBU Pertamina terkait kenaikan harga BBM jenis Pertamax. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Akhirnya harga Pertamax resmi naik dari Rp 9.000, Rp 9.200, dan Rp 9.400 per liter menjadi Rp 12.500 hingga Rp 12.750 per liter.

Kenaikan harga Pertamax berlaku mulai, Jumat, 1 April 2022 besok.

Namun, kenaikan harga BBM yang mengandung Research Octan Number (RON) 92 itu hanya berlaku di sebagian wilayah di Indonesia.

Tak berlaku di Pulau Sumatera dan Jawa.

Dalam siaran persnya, PT Pertamina (Persero) menyatakan menaikkan harga Pertamax di 16 provinsi di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.

Kenaikan harga Pertamax terjadi karena adanya penyesuaian dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Berapa Bedanya? Harga Pertamax Per Liter Naik Rp 12.500 dan Rp 12.750 Mulai 1 April, Pertalite Tetap

Pada dasarnya kenaikan harga ditetapkan beragam di masing-masing provinsi.

Kali ini kenaikan harga Pertamax berkisar Rp 3.500 per liter hingga Rp 3.550 per liter.

Seperti pada wilayah Bali harga Pertamax menjadi dibanderol Rp 12.500, naik dari sebelumnya yang seharga Rp 9.000 per liter, begitu pula di Maluku naik menjadi Rp 12.750 per liter dari sebelumnya Rp 9.200 per liter.

Berikut rincian harga terbaru Pertamax yang berlaku di 16 provinsi di Indonesia:

- Pertamax dari Rp 9.000 per liter naik menjadi Rp 12.500 liter berlaku di Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

- Pertamax dari Rp 9.200 per liter naik menjadi Rp 12.750 per liter berlaku di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Erick Thohir minta maaf

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, Erick Thohir meminta maaf jika nantinya bakal ada penyesuaian harga untuk BBM RON 92 alias Pertamax.

Erick mengungkapkan, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menetapkan BBM RON 90 alias Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Dengan demikian Pertalite dipastikan menjadi jenis BBM yang mendapatkan subsidi dari pemerintah.

"Pemerintah sudah putuskan Pertalite jadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf," kata Erick saat memberikan sambutan dalam kuliah umum di kampus Universitas Hasanuddin, di Makassar, Sulsel, Rabu (30/3/2022).

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengungkapkan, sudah saatnya Pertamina menyesuaikan harga jual Pertamax menyusul disparitas harga yang terjadi.

Menurutnya, jika merujuk pada keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maka harga keekonomian Pertamax kini telah mencapai Rp 16.000 per liter atau jauh melebihi harga jual Pertamina yang sebesar Rp 9.000 per liter.

"Sudah saatnya juga Pertamina untuk mengembalikan harganya, ya ngak jauh-jauhlah dari harga keekonomian. Walaupun tidak di harga-harga ekonomi tersebut tapi tidak boleh terlalu jauh juga (di bawah)," ujar Arya dalam keterangannya kepada awak media, dikutip Rabu (30/3/2022).

Arya menjelaskan, konsumsi Pertamax mencapai 13% dari konsumsi BBM nasional. Selain itu, Pertamax juga sejatinya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat kelas atas.

Dengan belum dilakukannya penyesuaian harga Pertamax hingga saat ini, maka sama saja Pertamina memberikan subsidi pada masyarakat pengguna Pertamax termasuk untuk mobil-mobil mewah.

Selain itu, harga jual Pertamax yang berada di bawah harga jual BBM RON 92 oleh operator SPBU lain yang sebesar Rp 14.000 per liter dinilai membuat persaingan usaha yang tidak sehat.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved