Sejarah Awal Berdirinya Al-Ikhlash Addary DDI Takkalasi Barru: Punya Pembelajaran Ilmu Kitab Kuning
Cikal bakalnya bersumber dari situ, yang kemudian DDI membentuk beberapa cabang, termasuk Ponpes yang ada di Takkalasi ini.
Penulis: Darullah | Editor: Saldy Irawan
Dan pemandu generasi penerus untuk meraih kesempatan berkarya dan menempatkan diri dalam membangun kehidupan masyarakat dengan toleransi, peduli, dan berbudi.
Ustad Alamsyah menyampaikan bahwa secara umum pendidikan di Popes Al-Ikhlash Addary DDI Takkalasi ini menganut dua sistem, yang pertama sistem klasik yang di kenal dengan salafi, dan sistem khalafiah atau sistem moderen.
"Sistem moderen ini ada dua, diantaranya yaitu ada formal dan ada non formal," ujarnya.
"Sistem formal itu, mulai pendidikan tingkat RA hingga MA. Kemudian non formalnya yaitu paket kesetaraan B dan paket C," jelasnya.
Pihaknya juga memaparkan kitab-kitab yang dipelajari di Popes Al-Ikhlash Addary DDI Takkalasi diantaranya yaitu Tafsir Jalalain, Maroqil Ubudiyah, Fathul Qorib, Ta'lim Muta'allim, Riyadhus Shalihin, Bulughul Maram, Tanwirul Qulub, dan beberapa kitab-kitab lainnya.
"Kitab-kitab tersebut dipelajari di masjid di waktu ba'da Magrib dan ba'da Subuh. Selain itu juga dipelajari di waktu-waktu tertentu seperti di masjid sesudah salat Asar ataupun di sekolah," bebernya.
"Selain itu, kita juga mempelajari pelajaran-pelajaran umum seperti sekolah lainnya, cuman yang membedakan kita di sini di pesantren harus pempelajari kitab kuning," terangnya.
Ustad Alamsyah juga mengungkapkan bahwa jumlah santri di Ponpes Al-Ikhlash Addary DDI Takkalasi kurang lebih 1.200 santri yang dibina oleh kurang lebih 200 pembina.
Sementara jumlah allumninya sendiri kurang lebih 10 ribuan hingga saat ini. Dan dari para allumni tersebut ada yang telah sukses membuka cabang besantren, ada yang menjadi DPRD, dan banyak juga yang telah sukses menjadi pengusaha.
"Keunggulan mondok di pesantren pada umumnya bukan hanya di Ponpes DDI Takkalasi adalah mendapatkan ilmu dari kajian kitab kuning yang mendalam dan ini tidak dipelajari di sekolah selain naungan pesantren," pungkasnya.
"Kemudian santri selain memiliki pengetahuan dalam membaca kitab kuning juga memiliki keterampilan dalam berdakwa, dan juga terampil untuk menjadi imam tarwih pada bulan ramadan," terangnya.
"Kita disini juga memiliki program Tahfizul Quran, Kaligrafi, dan kesenian hadrah yang biasa banyak digunakan masyarakat untuk mengisi hiburan di kegiatannya," tutupnya.
Laporan jurnalis TribunBarru.com, Darullah, @uull.dg.marala