Erdogan
Dulu Bermusuhan, Terungkap Kepentingan yang Bikin Erdogan Perbaiki Hubungan Turki dengan Israel
Turki menjadi salah satu dari beberapa negara mayoritas Muslim di dunia yang baru-baru ini diincar oleh Israel untuk perbaikan hubungan bilateral
Pada Maret 2013, di bawah tekanan dari Presiden AS Barack Obama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta maaf kepada Turki dan mengumumkan kompensasi bagi keluarga mereka yang terbunuh.
Erdogan menerima permintaan maaf itu.
Namun, pada Juli 2014, Erdogan tetap mempertahankan retorika yang berapi-api, menuduh Israel "menjaga semangat Hitler tetap hidup" atas serangan besar-besaran di Gaza.
Turki membatalkan tuntutan
Israel dan Turki meresmikan proses normalisasi pada Juni 2016 setelah enam tahun terasing.
Perjanjian tersebut memberikan Turki 20 juta dollar AS (hampir 18 juta euro) sebagai kompensasi.
Sebagai imbalannya, Turki membatalkan tuntutan terhadap mantan panglima militer Israel dan kedua negara menyetujui duta besar baru untuk negara masing-masing.
Ketika Kedutaan AS dipindah dari Tel Aviv ke Yerusalem
Pada Desember 2017, Erdogan yang sekarang menjadi presiden, memimpin oposisi Muslim terhadap rencana presiden AS Donald Trump untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan untuk mengakui kota yang disengketakan itu sebagai ibu kota Israel.
Pada hari kedutaan baru dibuka di Yerusalem, pada 14 Mei 2018, Erdogan menuduh Israel " negara teroris" dan "genosida" setelah puluhan warga Palestina terbunuh oleh roket Israel.
Kedua negara menarik duta besar mereka.
Hubungan terus memburuk, terutama setelah undang-undang kontroversial disahkan oleh parlemen Israel pada bulan Juli 2018 yang mendefinisikan negara itu sebagai negara bangsa dari orang-orang Yahudi.
Orang-orang Arab Israel -Palestina yang tinggal di tanah mereka setelah pembentukan negara Yahudi pada tahun 1948, dan keturunan mereka- membentuk sekitar 20 persen dari sekitar sembilan juta penduduk negara itu.
Kepentingan Kedua Negara
Pada November 2021, Erdogan mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Israel Isaac Herzog dan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.