Forum Dosen
Deng Ical: Politik Kesejahteraan Bisa Diterapkan
Politisi Syamsu Rizal turut hadir sebagai panelis dalam diskusi pakar di Redaksi Tribun-timur.com, Jl Cenderawasih No 430.
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mantan Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal turut hadir sebagai panelis dalam diskusi pakar di Redaksi Tribun-timur.com, Jl Cenderawasih No 430, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/3/22) pagi.
Dalam diskusi tersebut, Daeng Ical mengatakan, ada satu struktur dalam pemerintahan belum mampu berjalan dengan baik.
"Kalo dalam suatu sistem kita andaikan, undang-undang merupakan software, bagaimana ini semua berbasis IT, pemerintah BUMN itu hardware-nya," kata Daeng Ical.
"Nah yang kurang menurut saya, ada pada hardware-nya," lanjutnya.
Daeng Ical menilai, Indonesia secara software dan hardware belum memiliki entitas
"Menurut saya, kita ini dalam software dan hardwarenya sama sekali belum memiliki entitas untuk menjadi kampanye bersama atau isu bersama," ujar Alumnus Universitas Hasanuddin ini.
"Nah saat ini yang relevan untuk bersama itu harapan karena apa yang sudah ditelurkan oleh eksekutor dalam bentuk omnibus law itu luar biasa efektif tapi juga berbahaya," sambungnya.
Omnibus Law merupakan sebutan merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
UU Ciptaker telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI.
Tujuannya menciptakan lapangan kerja, meningkatkan investasi dalam negeri dan asing dengan mengurangi persyaratan untuk izin usaha dan pembebasan tanah.
Menurut Ketua PMI Kota Makassar ini, politik kesejahteraan sangat memungkinkan untuk diterapkan.
"Sekarang politik itu sudah banyak,apalagi saat ini politik identitas. Tapi, tantangannya sekarang bukan cuma middle income trap," ujar Syamsu Rizal.
"Tapi juga post truth politik," lanjutnya.
Post Truth Politic atau politik pasca-kebenaran adalah budaya politik yang perdebatannya lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebijakan.
"Karena kebenaran sudah menjadi second hand reality," ujar Deng Ical.
Menanggapi kondisi tersebut, Omnibus Law memungkinkan menjadi jawabannya
"Yang menjadi problem karena negara belum memiliki instrumen untuk meredistribusikannya tapi omnibus memingkinkan," lanjutnya.
Diskusi Pakar ini diikuti oleh berbagai akademisi.
Sebagai pembicara utama, hadir Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dan Andi Amran Sulaiman. (*)