Pengeras Suara Masjid
Membandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing?
Pemerintah Mesir sempat melarang penggunaan pengeras suara masjid untuk menyiarkan Sholat Tarawih dan ceramah keagamaan selama bulan suvi Ramadhan
Pengaturan pengeras suara di masjid dan mushalla sebelumnya juga pernah digagas dan dilontarkan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang juga mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Bapak Jusuf Kalla.
Bahkan di beberpa negara yang mayorits muslim sebagaimana kondisi Indonesia juga telah mengeluarkan kebijaakan pengaturan pengeras suara di masjid misalnya Mesir, Arab Saudi, dan Malaysia.
Pemerintah Mesir sempat melarang penggunaan pengeras suara masjid untuk menyiarkan Sholat Tarawih dan ceramah keagamaan selama bulan suvi Ramadhan 2017.
Kebijakan ini diambil agar umat Islam khusyu’ dan tidak terganggu suara pengeras suara masjid yang tidak diatur secara baik, sehingga menimbulkan kebisingan.
Di Arab Saudi sejak 2015 juga telah mengeluarkan kebijakan mengatur pengeras suara luar masjid kecuali untuk adzan shalat fardhu, sholat Jumat, salat Idul Fitri dan Adha, serta shalat meminta hujan (istisqo’).
Kebijakan di Arab Saudi ini diambil setelah munculnya beragai keluhan dan aspirasi warga mengenai volume pengeras suara masjid yang terlalu keras; Sedangkan di Malaysia, kebijakan pengaturan terhadap pengeras suara diserahkan kepada negara bagian masing-masing guna mewujudkan kemaslahatan dan ketertiban umum.
Jadi pengaturan “kebisingan” pengeras suara (toa) masjid dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan nyaman bersama merupakan ranah pemerintah sesuai prinsip ushul fiqhi tashorruful imam ‘ala al-ro’iyah manuthun bi al-maslahah.
Tidak Pernah Membandingkan
Diberitakan Gus Yaqut menyebutkan bahwa tanpa adanya pengaturan soal kebisingan suara dari pelantang masjid bisa mengganggu orang lain.
“Kita bayangkan, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?” ucap Yaqut di Pekanbaru, Riau (Rabu, 23/2/2022).
Sang Ketum GP Ansor itu selanjutnya memberikan contoh lainnya, yakni gonggongan anjing.
Orang bisa terganggu jika banyak anjing yang menggonggong di waktu bersamaan.
“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” tutur Gus Yaqut.
Polemik dan kontoversi atas pernyataan Menteri Agama tersebut, yang kemudian “ditafsirkan” beberapa pihak sebagai “pembandingan antara suara adzan dengan suara gonggongan anjing” adalah tafsiran yang terlalu jauh dan di luar nalar sehat saya.
Tidaklah mungkin seorang Menteri Agama Republik Indonesia membandingkan dua hal yang tidak mungkin dibandingkan.