Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini M Ridha Rasyid

Geliat Makassar (Menuju) Arah Baru, Hasil Perenungan Atas Tulisan Opini Sawedi Muhammad

Tidak pernah tercipta kesinambungan kepemimpinan yang bertumpu pada apa hal yang baik dari kepemimpinan sebelumnya dapat dilanjutkan periode berikut

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Geliat Makassar (Menuju) Arah Baru, Hasil Perenungan Atas Tulisan Opini Sawedi Muhammad
TRIBUN TIMUR/SALDY
M Ridha Rasyid

Oleh: M Ridha Rasyid
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Daerah Kota Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - Periode kepemimpinan Ramdhan Pomanto tahun 2014-2019 membangun fondasi perkotaan yang lebih diarahkan  pada penataan sistem, terutama dalam pengenalan penerapan digitalisasi pada beberapa sektor.

Sektor keuangan,  pajak hotel dan restoran, reklame dan administrasi pelayanan, transportasi, infrastruktur jalan.

Hal mendasar ini dalam tata kelola pemerintahan merupakan bagian dari upaya perubahan menuju kota cerdas. Maka sejak itulah diperkenalkan istilah Kota Cerdas, Smart City.

Menjadikan sebuah kota menjadi kota cerdas bukanlah sesuatu yang dapat terjadi serta merta. Membutuhkan sebuah proses yang saling berkaitan serta tentu saja waktu yang dibutuhkan untuk sebuah perubahan  tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Equivalen ketika kita berbicara kota dunia, kota yang secara global memiliki keunggulan tertentu yang hampir atau menyerupai kota yang sudah terlebih dahulu memenuhi standar itu, sehingga tidaklah salah, ketika Kota Makassar juga punya "ambisi" untuk  itu.

Dengan memenuhi standar yang dipersyaratkan adalah hal yang seyogyanya mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Bahwa apa yang terlihat sekarang bukanlah titik akhir dari cara mengukur dan menilai suatu kepemimpinan. Karena amat muskil seorang pemimpin atau periode kepemimpinan dapat menyelesaikan semua persoalan.

Selain itu, bahwa adalah "keunikan" demokrasi yang mengakibatkan terputusnya kepemimpinan di Kota Makassar pada pilkada 2019 lalu, di mana terjadi kekosongan kepemimpinan sebagai implikasi tidak adanya "pemenang" dari konstestasi yang terjadi. Justru kotak kosong yang memenangkan.

Akibatnya,  terputuslah program, kebijakan yang sudah dicanangkan  periode sebelumnya, atau juga dapat dikatakan bahwa, kebijakan yang muncul kemudian justru "membolak-balikkan" apa yang sudah ada.

Inilah karakter kepemimpinan yang sudah berlangsung dalam lebih lima dasawarsa.

Tidak pernah tercipta kesinambungan kepemimpinan yang bertumpu pada apa hal yang baik dari kepemimpinan  sebelumnya dapat dilanjutkan pada periode kepemimpinan selanjutnya.

Yang terjadi, setiap pemimpin atau dan kepemimpinan  ingin menciptakan sejarahnya sendiri. Ini yang perlu diperbaiki.

Merekonstruksi pola kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang di dasari oleh budaya dan peradaban di Indonesia.

Pada saat yang sama, menilai dan mengkritisi suatu kepemimpinan tidak dilakukan secara bijak, bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna dalam mengambil dan memutuskan suatu kebijakan dan program, juga tidak mungkin dapat memuaskan serta memenuhi "hasrat" semua pihak  untuk menerima dengan senang hati.

Lagi lagi bahwa  tidaklah ada pemimpin  yang hebat, tidak ada pemimpin yang paripurna.

Karena, baik buruknya pemimpin  dinilai oleh rakyat dengan menggunakan kaca mata atau sudut pandang yang berbeda pula. Sehingga apapun itu ujungnya debatebel.

Pandemi Covid 19

Tidak ada satu orang pun yang  pernah membayangkan akan terjadi wabah yang demikian luas dalam satu abad terakhir, bahkan tidak satu negara pun termasuk China (Wuhan) asal virus Sars-cov2   yang memperkirakan akan seluas ini dampaknya. Hingga Badan Kesehatan Dunia ( WHO) menetapkan  sebagai pandemi dunia.

Dan, hingga sekarang tidak ada satupun negara, apalagi kota, yang mengklaim  diri berhasil menangani.

Gelombang demi gelombang strain  virus mengalami mutasi sehingga muncul varian baru yang menyerang manusia.  Tidak pandang bulu. Semua bisa kena.

Dampaknya sangat luas. Oleh karena itu, perlu mencoba berbagai cara. Bahwa ada hal positif dari hasilnya adalah sesuatu yang menjadi harapan.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar dengan Makassar Recover dengan tiga program prioritas, Imunitas kuat, adaptasi sosial dan  Pemulihan ekonomi dengan sejumlah kegiatan  yang melingkupinya dilakukan secara bersama sama.

Forkopimda hingga organisasi masyarakat, organisasi profesi dan perorangan bahu membahu bekerja sekuat kemampuan untuk mengendalikan, mengatasi dan menindaklanjuti agar tercapai suatu kondisi yang normal adalah hal yang seharusnya diapresiasi.

Bahwa ada hal yang kurang, belum sesuai prosedur dan sebagainya merupakan konsekuensi dari sesuatu yang harus kita tempuh.

Namun, paling tidak meminimalisir  impact nya dan perlu perbaikan dimasa mendatang adalah keniscayaan untuk dibenahi.

Tata  Ruang Semrawut

Keberadaan pembangunan kota Makassar diletakkan pertama kali oleh Walikota Makasssar  Muhammad Daeng Patompo  yang akrab disapa Daeng Patompo pada tahun 1971 membuat master plan lalu dikenal lah Tanggul Daeng Patompo, Ujung Pandang Plan.

Setelah berakhir masa jabatannya, tidak ada lagi Walikota yang melanjutkan dan secara konsisten menerapkan itu. Nanti, setelah periode kedua masa jabatan Ilham Arief Sirajuddin dibuat Rencana Detail Tata Ruang dengan membagi tiga belas zona dan salah satu peracangnya adalah Ramdhan Pomanto.

Dan di masa Ramdhan Pomanto jadi walikota  baru dapat terealisasi menjadi peraturan daerah setelah cukup lama "diendapkan" pembahasannya. Periode 2014 - 2019 tidak ada  pembangunan infrastruktur  "fenomenal" yang dibangun.

Karena memang, konsentrasi tidak diarahkan ke sana. Setelah terpilih kembali, Ramdhan Pomanto  akan membangun beberapa sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan dan itu telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Sebab itu, semrawut  tidaknya sebuah kota tidak semata mata di tangan pemerintah. Tetapi semua stakeholder punya kapital untuk menentukan wajah kotanya.

Bahwa pemerintah yang memiliki kekuasaan menetapkan peruntukan wilayahnya benar adanya.

Namun,  kepatuhan dan konsistensi pada detail tata ruang itu  juga didukung oleh user  dari program serta kebijakan. Juga diakui  bahwa peran pengawasan oleh banyak pihak turut memberi kontribusi pada pembentukan struktur perkotaan yang baik ataupun  buruk.

Kota Layak Huni

Sebelumnya telah disinggung bahwa perencanaan kota yang telah dicanangkan oleh Daeng Patompo tidak ditindaklanjuti secara berkelanjutan oleh pemimpin berikutnya, tentu dengan banyak pertimbangan. 

Kondisi setiap masa kepemimpinan pastilah berbeda dan  targetnya masing masing. Penjajah Belanda telah mengajarkan dalam kurun waktu yang lama bersemayam cara berfikir yang tiba masa tiba akal.

Akan halnya politik belah bambu  yang diterapkannya. Inilah yang kemudian terbentuk karakter kerdil dalam  berfikir. Kreatifitas di "pasung" oleh kebutuhan sesaat.

Lalu dengan serta merta kita mengatakan bahwa Makassar Kota tidak layak huni. Tanpa pernah tahu atau menelisik lebih dalam apa penyebabnya. Ataukah hanya disebabkan oleh seorang Walikota saat ini. Tentu  itu tidaklah bijak. Kritik boleh boleh saja.

Dan itu perlu dan penting. Tetapi dengan secara  vulgar "menuntut"  ini adalah sebuah tanggung jawab seorang pemimpin saja, juga tidaklah bijak.

Perlu banyak perbaikan untuk menjadikan suatu kota layak huni. Ilustrasi sederhana, ketika kita bicara soal kebersihan lingkungan, soal sampah, apakah itu sepenuhnya utusan pemerintah?

Tentu tidak. Kita, masyarakat memberi kontribusi  besar menciptakan lingkungan bersih, asri dan nyaman. Budaya disiplin bersih diri adalah keharusan hadir dalam jiwa dan pikiran setiap individu dalam bermasyarakat.

Berpemerintahan Tanpa Korupsi

Menjadi sebuah asa ketika kepemimpinan dalam pemerintahan itu tanpa korupsi.

Kepemimpinan dan korupsi adalah dua hal yang  tidak pernah saling terkait. Korupsi itu hadir dari sebuah kesempatan dan terjadinya kerjasamanya.

Tidak pernah korupsi itu terwujud tanpa keterkaitan antar pihak. Tidak bisa dikaitkan dengan kepemimpinan.

Bahwa beberapa kasus terjadi dalam jajaran pemerintahan  di Kota Makassar bukanlah bersinggungan dengan cara memimpin.

Tetapi kembali kepada sifat individu dengan individu lain yang ingin bersepakat melakukan hal di luar batas tugas dan kewenangannya (abuse of power) yang muaranya adalah korupsi dalam pengertian luas.

Korupsi bagai lingkaran setan dengan sifat kesehatan yang melingkupi pikiran untuk melakukannya, meskipun ia tahu itu tidak boleh dan punya konsekuensi menghancurkan semua yang baik, tapi pikiran sesaat untuk memenuhi nafsu terkadang mengalahkan hal yang sepatutnya akan diwarisi oleh penerusnya dengan kebanggaan serta kisah heroik yang menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.

Walllahu 'alam bisshawab

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved