Opini Tribun Timur
Layangan Putus, Perbincangan Netizen, dan Hegemoni
Belakangan ini, ruang sosial media kita sepertinya didominasi oleh potongan adegan dan perbincangan seputar film serial yang berjudul Layangan Putus.
Di Sulawesi Selatan juga kita pernah dihipnotis dengan film layar lebar yang berjudul Uang Panai’.
Tentu, ini menjadi pasar yang baik bagi para Production House dalam menghasilkan film yang tema serupa yang digemari pasar.
Film-film yang bertajuk realitas sosial, kritikan, dan sejarah kebangsaan terkadang sepi peminat dan tidak begitu memuncak menjadi perbincangan publik.
Padahal, kita bisa menitipkan sebuah pandangan dan rekonstruksi berpikir publik terhadap sebuah realitas yang kita hadapi, semisal kita yang terus dimiskinkan oleh perilaku korup para elite pemerintahan dan politisi “busuk”, kondisi pesta demokrasi kita yang terus tergerus akibat oligarki politik, dan sebagainya.
Namun, pesan tentang percintaan selalu cepat sampai dan memuncaki klasemen perbincangan publik dengan segala modifikasinya di sosial media maupun dunia nyata.
Serial Layangan Putus ini juga menyimpan sebuah makna tersendiri terhadap karakter tokoh yang dimainkan oleh Aris, Kinan, dan Lydia.
Jika kita mendalami lebih jauh dengan melihat Aris dengan segala sikap manipulatif dan keegoisan dirinya yang tidak mau mengakui kesalahan atas perbuatan menyimpangnya.
Kinan dengan segala kecerdasan dan kesabarannya dalam menghadapi segala perilaku menyimpang Aris, serta Lydia dengan segala ketidaktahuan dirinya yang tetap menjadi orang ketiga meski sudah diketahui oleh istrinya.
Hingga harus terbawa pada realitas kehidupan seorang Reza Rahardian dan Anya Geraldine yang memainkan tokoh Aris dan Lydia dengan identitas seorang yang “jahat” dan “pelakor” yang dilabeli oleh netizen.
Netizen sebaga kelompok dominan yang baru di ruang maya tidak hanya berhasil menjustifikasi label identitas yang baru pada realitas kehidupan seorang Reza dan Anya, pula menggiring perubahan perilaku publik.
Saat ini media massa banyak digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan gagasan tertentu yang mendukung dan memperkuat kekuasaan kelompok tertentu sehingga diterima secara luas oleh masyarakat menjadi sebuah ideologi.
Sebenarnya kita banyak menaruh harapan kepada para Sineas agar juga mampu memproduksi sebuah film dengan cerdas dan kreatif untuk memperlihatkan realitas kehidupan sosial kita dengan berbagai permasalahannya.
Semisal persoalan KKN serta Money Politic yang masih merajai pesta demokrasi kita dari masa ke masa dan masyarakat kita belum tercerahka secara paripurna.
Sebagaimana layanagan putus, Dilan, AADC, dan sebagainya yang potongan-potongan adegan atau dialognya yang cerdas dan hits itu mampu direduplikasi dan dimodifikasi para netizen secara massif di tengah gempuran para Buzzer yang menggiring opini publik dan terkadang tidak sesuai realitas.(*)