Opini Tribun Timur
Layangan Putus, Perbincangan Netizen, dan Hegemoni
Belakangan ini, ruang sosial media kita sepertinya didominasi oleh potongan adegan dan perbincangan seputar film serial yang berjudul Layangan Putus.
Serial ini dianggap berhasil menanamkan sebuah mindset kepada publik, bahwa kaum lelaki adalah individu yang sangat potensial dan rentan melakukan perselingkuhan.
Messkipun beberapa kasus secara realitas ditemukan bahwa tidak sedikit perempuan yang kerap mengawali perselingkuhan atas dasar ketidakpuasan ekonomi, gaya hidup, ataupun alasan “kenyamanan”.
Sehingga, beberapa kaum Adam juga melayangkan protes di sosial media yang banyak “menyudutkan” laki-laki dalam perilaku perselingkuhan yang berdampak pada kehidupan rumah tangga mereka.
Terjadinya perubahan sikap dan perilaku istri secara tiba-tiba atas segala kegiatan yang dianggap “membahayakan” bagi hubungan mereka berdua.
Dialog Film
Serial film Layangan Putus memiliki karakteristik tersendiri bagi penontonnya, selain menguras emosi terhadap perilaku menyimpang tokoh Aris, beberapa dialognya juga yang kerap melakukan mixing antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing ini menjadi ciri khas tersendiri dalam film tersebut.
Paling menarik adalah dialog “Its my dream, not hers”, serta “oke fine, Thank You” yang diucapkan oleh tokoh Kinan menjadi buah bibir tersendiri di publik.
Kita pun dibuat menjadi konsumen yang menggunakan diksi itu pada berbagai interaksi atau menyelipkan sebagai sentilan kita dengan orang lain, baik secara langsung maupun di dunia maya.
Termasuk beberapa pelaku content creator, tiktokers, ataupun pelaku usaha lainnya memanfaatkan diksi itu untuk dimodifikasi ulang menjadi sebuah “jualan” yang menarik.
Seperti yang dikatakan Sumarsono dan Pratana (2007: 18) mengisyaratkan bahwa bahasa tidak hanya sekedar sebagai alat bagi manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya, tetapi juga sangat berpotensi pula untuk memengaruhi pemikiran seseorang.
Bahasa-bahasa yang viral inilah yang kemudian dapat dikemas menjadi sebuah brand ekonomis ataupun politis agar mampu turut serta menjadi bagian hal yang diperbincangan publik.
Hegemoni Gramsci
Mayoritas film yang menjadi buah bibir dan perhatian publik tidak lepas dari bertemakan percintaan.
Kehidupan percintaan manusia selalu mendapatkan panggung yang baik dan mempengaruhi tutur kata, tindakan, dan psikis publik.
Selain serial layangan putus, Beberapa waktu silam, Film Dilan 1992, Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2, Ayat-Ayat Cinta, dan masih banyak lagi.