Keindonesiaan
Oligarki dan Kleptokrasi
SEJUMLAH intelektual di Jakarta, semakin kritis. Bahkan ada yang menunjukkan “gigi” seperti Gde Siriana yang menulis buku
Anwar Arifin AndiPate
Pakar Komunikasi Politik
SEJUMLAH intelektual di Jakarta, semakin kritis. Bahkan ada yang menunjukkan “gigi” seperti Gde Siriana yang menulis buku, “Keserakahan di Tengah Pandemi-Tinjauan Kritis Kepemimpin Otoriter dan Oligarki”.
Buku itu dibahas dalam forum “Bedah dan Diskusi Buku”, 09 Desember di Jakarta.
Diskusi itu “live” di kanal “YouTube” dengan “tuan rumah” Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, sehingga dapat ditonton khalayak luas, setiap saat.
Menurut Gatot diskusi diharapkan menemukan pintu masuk untuk menyelesaikan masalah yang membelit Indonesia yang masa depannya suram.
Para pembicara (nara sumber) dalam Bedah dan Diskusi Buku tersebut, adalah Prof Dr Sitti Zuhro, Dr Rizal Ramli, Dr Refly Harun, dan Tamsil Linrung.
Ada beberapa substansi yang mengemuka, seperti ekonomi, demokrasi, kebebasan berpendapat, penegakan hukum dan HAM di Indonesia mendapat rapor merah.
Utang negara semakin membengkat, yang tentu merupakan beban rakyat, Bahkan korupsi semakin luas. Ada 437 kepala daerah yang terjerat korupsi.
Sitti Zuhro meyebut, sangat zalim karena ditengah bencana Pandemi terjadi keserakahan pejabat yang menggunakan kekuasaannya memperkaya diri.
Menurut Rizal Ramli, tahun 2020 ada 135 triliun rupiah dana yang dihabiskan untuk Pandemi, tapi tak banyak hasilnya.
Bahkan ada sekitar 143,120 lebih orang yang meninggal akibat Pandemi, yang menurut Refly Harun tak jelas dasar hukumnya.
Buku itu menurut penulisnya, Gde Siriana, antara lain merekam seluruh perjuangan melawan rezim oligarki otoriter yang mencari keuntungan ditengah Pandemi Covid-19, seperti terjadiya korupsi, yang sangat mencederai moral masyarakat.
Sedangkan Perdana Menteri Inggris, misalnya mengudurkan diri, karena dikeritik melanggar “prokes”.
Dalam diskusi tersebut berkali-kali muncul istilah ‘oligarki’ dan ‘diktator’, terhadap rezim dewasa ini.