Opini Tribun Timur
Strategi Membangun Ekosistem Literasi di Sulsel
Mempeingati Hari Guru Nasional (HGN), pada 25 November 2021 yang lalu, penulis kembali menggagas Guru Bermutu di Sulawesi Selatan

Bachtiar Adnan Kusuma
Tokoh Literasi Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional
Mempeingati Hari Guru Nasional (HGN), pada 25 November 2021 yang lalu, penulis kembali menggagas Guru Bermutu di Sulawesi Selatan yang diluncurkan Plt Gubernur Sulawesi Selatan, 25 November 2021 di Mall Nipah, Makassar atas inisiatif Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan yang dipimpin Plt Kadisdik Sulsel Ir Imran Jauzi MPd dan Sekdis Pendidikan Hery Sumiharto SE MEd.
Pertanyaannya, mengapa perlu Guru Bergerak Menulis Satu Buku (Guru Bermutu) ? Jawabannya, sederhana bahwa guru adalah tokoh transformatif sekaligus pencerah yang dibutuhkan saat ini adalah guru yang memiliki nilai plus.
Guru Bermutu bernilai plus adalah guru yang tak sekadar mampu mengajar dan mendidik di depan kelas, melainkan ia juga mampu merangkum dan menuliskan ide-ide, gagasan dan pikirannya dalam sebuah buku.
Selain itu, selalu saja kalau bicara tentang minat baca, negara kita belum bisa diandalkan. Lagi-lagi harus mengurut dada kalau harus membaca hasil survei dunia tentang minat baca Indonesia.
Misalnya saja, data Unesco dan survei PISA (Programmer For International Student Assessment menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Posisinya hanya 0,001 persen.
Artinya bahwa dari 1.000 penduduk, hanya satu orang yang gemar membaca. Sementara PISA tidak jauh beda, Indonesia berada di urutan 64 negara dari 72 negara yang disurvei.
Pertanyaan berikutnya, benarkah masyarakat Indonesia malas membaca buku? Minimnya minat baca masyarakat di Indonesia akibat mereka lebih suka menatap layar gawai atau lebih memilih nonton TV daripada membaca buku.
Hal ini kita perlu perspektif lain, mengapa Indonesia belum bisa berbicara banyak untuk urusan minat baca.
Pada sisi lain, jumlah buku yang terbit belum sejurus dengan jumlah penduduk kita yang berada dikisaran 270,27 juta jiwa.
Nah, berapa jumlah buku yang beredar dari Sabang sampai Merauke?Jumlahnya hanya berada pada posisi sekitar 22.318.000 eksemplar buku jika saja dibandingkan antara jumlah buku yang terbit dengan jumlah penduduk Indonesia akan seiring 0.09.
Dan angkat ini sangat kecil sekaligus menunjukkan kalau satu buku baru dibaca 11 orang.
Dari analisa ini tentu kita tidak bisa menyalahkan masyarakat Indonesia, apalagi menyebut mereka adalah masyarakat yang malas membaca, apalagi menulis.
Boleh jadi, masyarakat mau membaca buku, namun buku-buku apa yang mau dibaca kalau buku-bukunya terbatas, apalagi tidak terjangkau.