Opini Tribun Timur
Bahasa Arab Dalam Peradaban Bugis Makassar
Bahasa Arab bagi masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) seumpama cabe. Serasa berat di lidah namun memberikan kenikmatan pada suatu paket santapan.
Oleh: Dr Supratman Supa Athana
Dosen Departemen Sastra Asia Barat FIB-Unhas
Bahasa Arab bagi masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) seumpama cabe. Serasa berat di lidah namun memberikan kenikmatan pada suatu paket santapan.
Bahasa Arab sangat berat memang di lidah masyarakat Sulsel namun sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Sulsel.
Begitu menyatunya dengan kehidupan masyarakat Sulsel hingga tidak disadari keberadaanya dalam kehidupan masayarakat Susel.
Sekedar contoh tidak banyak orang yang menyadari bahwa nama kota Makassar bersumber dari kosa kata Arab, atau paling tidak dapat dirujukkan pada frase bahasa Arab sebagaimana disampaikan oleh seorang cendikiawan sekaligus ulama Indonesia yaitu ; ما كسر (Ma-kassar) atau ما قصر ( Ma-qassar). Yang pertama berarti 'tidak pecah atau solid' dan yang kedua berarti ‘tidak kekurangan’.
Bahasa Arab memberikan spirit dan nuansa yang tidak saja indah tetapi juga penuh dengan makna bagi kehidupan masyarakat Sulsel.
Arti penting bahasa Arab bagi masyarakat sulsel terurai sebagai berikut; 1. Bahasa Arab menjadi landasan dan spirit bagi budaya dan kearifan lokal masyarakat Sulsel.
Budaya dan kearifan lokal yang paling fundamental sebagai tuntunan dan pedoman hidup bagi masyarakat Bugis Makassar dalam setiap aktivitas yang dilakukannya untuk menunjukkan suatu sikap, tindakan dan ucapan yang bermartabat maka hal tersebut harus berlandaskan norma dan sistem yang disebut dengan ‘Pangaderang’.
Tidak sedikit cendekiawan dan ulama yang berpendapat bahwa kata ‘pangadereng’ berasal dari kata ‘ade’.
Dan ‘ade’ akarnya berasal dari kosa kata Arab yaitu عادة = bacanya ‘adat’ yang mana menurut kamus Almaany berarti; adat, etika, adat istiadat, kebiasaan, pemakaian, tata krama, lazim, biasanya, yang umum, normal .
Dalam budaya Bugis Makassar juga mengenal adanya ‘sara’ yang merupakan tuntunan sistem religi. Kata ‘sara’ ini juga bersumber dari bahasa Arab yaitu: شَرِيْعَة (baca;syariat) yang artinya; syariah, hukum islam, dan kode.
Pengaruh bahasa Arab terhadap kosa kata dan budaya Bugis-Makassar pernah diulas dalam suatu skripsi yang ditulis oleh AGH. Drs. Muh. Harisah dengan judul “Ta’tsir al-Lugah al-Arabiyyah fi al-Lugah al-Buqisiyyah”.
Skripsi itu ditulis pada tahun 1978 untuk meraih Sarjana Lengkap di IAIN Alauddin, Ujung Pandang.
Menariknya ialah kehadiran kosa kata bahasa Arab dalam budaya Bugis-Makassar sama sekali tidak mengurangi martabat bahasa Bugis-Makassar dan juga aksara Lontaraq.