Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Nurdin Abdullah, Antara Prestasi dan Korupsi

Kasus Nurdin Abdullah mengingatkan kita pada kisah Adam dan Hawa yang diturunkan dari surga ke bumi setelah melanggar perintah Allah SWT.

Editor: Sudirman
DOK TRIBUN TIMUR
Dosen FISIP Unismuh Makassar dan anggota Forum Dosen Majelis Tribun Timur, Amir Muhiddin 

Ayahnya berasal dari Kabuaten Bantaeng dan merupakan keturunan Raja Bantaeng ke-27, Ia menikah dengan Liestiaty Fakhruddin, anak mantan Rektor Unhas dan dikaruniai 1 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.

Nurdin Abdullah menyelesaikan studi S1 di Fakultas Pertanian dan Kehutanan di Universitas Hasanuddin tahun 1986 dan S2 Master of Agriculture di Universitas Kyushu Jepang pada tahun 1991.

Di Universitas yang sama, ia pun menyelesaikan studi S3 Doktor of Agriculture (1994). Ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kehutanan di Universitas Hasanuddin dan jabatan inilah yang memberi keistimewaan sebagai bupati pertama di Indonesia yang bergelar profesor.

Ia memilih dunia politik dan mengabdi kepada masyarakat sebagai Bupati Bantaeng dua periode berturut-turut hingga tahun 2018.

Selama menjadi bupati Nurdin Abdullah pernah memperoleh penghargaan diantaranya Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) Tahun 2017 dan ditahun yang sama memperoleh penghargaan atas predikat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik dari Ombudsman Republik Indonesia.

Tidak puas dengan jabatan Bupati, Nurdin Abdullah pun menjajal untuk menjadi Gubernur Tahun 2018.

Bersama dengan pasangan muda Andi Sudirman Sulaiman ia mencalonkan diri dan didukung oleh tiga partai politik, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Pada pemilihan yang diselenggarakan pada tanggal pada tanggal 27 Juni 2018, pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman mendapatkan suara terbanyak, 1.867.303 suara, mengungguli tiga orang pesaingnya.

Ongkos Politik

Menjadi bupati Bantaeng dua periode dengan segudang prestasi dan penghargaan, Nurdin Abdullah justru seperti menanam investasi yang membuat dirinya punya popularitas dan elektabilitas yang tinggi.

Meski demikian ongkos politik yang mahal tetap juga ia harus cari, mulai saat memilih dan menemukan kendaraan politik sampai proses pemilihan dan memelihara hubungan baik dengan partai politik.

Ini semua membutuhkan uang dan oleh sebab itu harus diupayakan dengan jalan dan cara apapun juga, maka terjadilah persekongkolan politik dan bisnis terhadap sejumlah kecil orang.

Tender proyek besar dilakukan secara prosedural dan normatif, tetapi endingnya tetap dimenangkan oleh koleha bos dalam rangka mendulung uang untuk tujuan politik.

Nurdin Abdullah akhirnya melakukan dramaturgi, di depan anak buahnya sok alim dan ideal, tetapi di belakang panggung justru bermain mata dengan kontraktor-kolehanya.

Ini adalah cermin, dimana ongkos politik yang mahal, memaksa pejabat untuk melakukan penyalahgunaan wewenang yang berujung pada korupsi.

Kita berharap agar ada solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini, sebab kalau tidak, maka mimpi untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat akan semakin jauh.

Uang yang seharusnya diberikan untuk rakyat, jutru banyak dipergunakan untuk membiayai ongkos politik yang mahal.(*)

Tulisan ini juga diterbitkan pada harian Tribun Timur edisi, Jumat (03/12/2021).

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Telusur

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved