Opini Tribun Timur
Serpihan Sejarah Cikoang - Laikang
Mungkin hanya Laikang, sebuah kerajaan lokal di jazirah Selatan Sulsel, yang para bangsawannya sejak abad XVIII mengakui bernasab Sayyid
Dengan demikian merupakan cucu Sultan Hasanuddin (ibunya berasal dari Laikang) dan memiliki dua orang putra.
Yaitu ITompo Karaeng Laikang atau Karaeng Jaranika dan IKuri Karaeng Bontomarranu (sama dengan gelar atau memang mengganti kakeknya).
Sejarah memang mencatat bahwa terdapat tiga orang anak Sultan Hasanuddin yang sempat menjadi Raja Gowa.
Yaitu, Sultan Amir Hamzah dan Sultan Ali, disamping Sultan Abdul Djalil.
Putri Sultan Abdul Djalil dari istri lainnya adalah IMariama Karaeng Bulusari yang merupakan salah seorang istri Arumpone La Patau.
Cikoang, yang besarannya adalah Laikang, tidaklah sepatutnya hanya dikenal karena nasab Sayyid yang melekat pada bangsawannya. Apalagi bila hanya dikaitkan dengan Maudu’ Lompoa.
Terdapat sejumlah serpihan sejarah terkait Cikoang-Laikang dan para bangsawannya.
Bahkan menutup tulisan ini, Cikoag-Laikang sebagai sebuah entitas kerajaan lokal, merasa tidak pernah diduduki oleh Belanda.
Masyarakat Cikoang-Laikang memiliki hikayat tersendiri tentang upaya pendudukan, seputar keinginan Kapal Belanda mendarat di Laikang, yang terkenal pelabuhan alamnya.
Di lain sisi, realitas bahwa Sayyid Jalaluddin Al-Aidid yang telah berjuang melawan penjajahan Belanda sejak dari Gowa sampai akhirnya terbunuh di Bima, selayaknya patut dikenang sebagai Kusuma Bangsa.(*)
Tulisan ini juga diterbitkan pada harian Tribun Timur edisi, Selasa (2/11/2021).