Opini Tribun Timur
Minat Baca Bukan Persoalan Kemewahan
Lalu, bagaimana dengan masyarakat di negara seperti Jepang yang bahkan senang membaca di mana saja dan kapan saja.
Tidak heran, orang tua bahkan guru mendikte kita untuk menemui buku kalau ada soal atau tugas rumah yang ingin dikerjakan.
Hal ini memberikan kesan kepada kita bahwa buku adalah sesuatu yang berat dan bukan hal yang menyenangkan.
Sehingga mental yang terbangun bahwa orang-orang yang membaca buku adalah orang-orang dikesankan mau menyerahkan diri untuk menemui beban.
Visi untuk membaca buku yang seperti ini haruslah dirubah.
Mari memperkenalkan buku bahwa buku adalah tempat yang menyenangkan, seperti menemukan berbagai peristiwa dan menjelajah ragam perasaan, berefleksi, mengapresiasi, atau bahkan menikmati keindahan kata-kata.
Bukankah hal yang menyenangkan dicari semua orang? Mari membuka ruang untuk membagi kesenangan ini.
Mulai dari orang tua, guru, masyarakat sekitar, harus mulai membaca dengan alasan kesenangan.
Untuk memperkenalkan buku adalah medium menyenangkan dapat ditempuh dengan mengajak orang membaca bukan karena alasan ingin mengerjakan tugas, menggunjing dan berbagi perspektif hasil bacaan, menghadiahkan buku, membeli buku untuk kesenangan, dan lainnya.
Sehingga, jika ingin mengadakan fasilitas, perhatikan dulu sebabnya. Dari sini jelas, bahwa bukan kemewahan perpustakaan yang pertama dibutuhkan, tapi ragam buku bacaan.
Tidak hanya itu, orang tua dan masyarakat tidak boleh hanya mendikte anaknya atau orang lain untuk membaca, tapi juga ikut memperlihatkan budaya membaca.
Mari meneroka bacaan mulai dari nonfiksi, fiksi, pemikiran, motivasi, pandangan hidup, dan lainnya.
Proses ini akan membangun iklim bahwa buku adalah sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan kita sekaligus membangun kesadaran kolektif.(*)
Tulisan ini juga diterbitkan pada harian Tribun Timur edisi, Selasa (2/11/2021).