Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Luwu Timur

Hasil Penelitian Balai Bahasa Sulsel, Sisa 100 Orang Gunakan Bahasa Wotu di Luwu Timur

Penelitian terbaru menyebutkan bahwa bahasa Wotu sudah hampir punah alias sangat jarang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Wotu.

Penulis: Ivan Ismar | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM/IVAN
Acara revitalisasi bahasa Wotu berbasis komunitas di Baruga Salassa Malilue, Dusun Benteng, Desa Lampenai, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Minggu (24/10/2021). 

TRIBUNLUTIM.COM, WOTU - Penelitian terbaru menyebutkan bahwa Bahasa Wotu sudah hampir punah alias sangat jarang digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Wotu.

Hal ini diungkapkan Tim Peneliti dari Balai Bahasa Sulawesi Selatan (Sulsel), Nuraidar Agus di acara revitalisasi Bahasa Wotu berbasis komunitas.

Kegiatan berlangsung di Baruga Salassa Malilue, Dusun Benteng, Desa Lampenai, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Minggu (24/10/2021).

Hadir yang mulia Macoa Bawalipu ke-61, Bau Muh Aras Abdi To Baji Pua Sinri, Bupati Luwu Timur, Budiman dan perangkat adat Kemacowaan Bawalipu dan sejumlah kepala OPD.

Nuraidar menjelaskan secara gamblang terkait kondisi Bahasa Wotu yang telah diteliti dalam kurun beberapa tahun terakhir.

Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan penelitian sejak 2015 sampai 2018 mengenai eksistensi Bahasa Wotu di Kecamatan Wotu.

"Kemudian dilanjutkan lagi tahun lalu dan hasil kajian vitalitas bahwa Bahasa Wotu menuju kepunahan," kata Nuraidar.

Hal yang disampaikan Nuraidar ini memang memprihatinkan.

Nuraidar melanjutkan, Badan PBB Unesco juga mencatat sejumlah bahasa daerah di Indonesia yang hampir punah.

"Salah satunya Bahasa Wotu," ujar dia.

Situasi ini kata dia tidak lepas dari minimnya penutur bahasa Wotu.

Bahkan di lingkungan keluarga Wotu sendiri, bahasa ini jarang bahkan nyaris tidak pernah digunakan lagi.

"Hasil penelitian kami mencatat bahwa penutur Bahasa Wotu saat ini tidak sampai 100 orang. Mereka ini yang masih menggunakan Bahasa Wotu sepanjang aktivitas kesehariannya," 

"Inilah mengapa Bahasa Wotu disebut kritis hampir punah dan harus direvitalisasi," kata Nuraidar.

Tim Peneliti dari Balai Bahasa Sulsel pun merekomendasikan tokoh adat, tokoh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur untuk merumuskan formula.

Sehingga Bahasa Wotu ini tetap bisa diwariskan kepada generasi muda, terutama kalangan anak-anak.

Tim Peneliti dari Balai Bahasa Sulsel juga sudah melakukan pelatihan bahasa Wotu melibatkan penutur asli selama lima hari.

"Pesertanya 25 anak, ternyata mereka sangat antusias mempelajari Bahasa Wotu," imbuhnya.

Bupati Luwu Timur, Budiman yang hadir dalam kegiatan tersebut turut prihatin dengan kondisi yang dipaparkan oleh peneliti.

Namun demikian, Budiman tetap optimis, Bahasa Wotu tidak akan punah.

Ia berkomitmen bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat, akan berupaya semaksimal mungkin untuk melestarikan Bahasa Wotu.

"Harus ada gerakan penyalamatan Bahasa Wotu. Kalau perlu ada kawasan khusus wajib berbahasa Wotu,"

"Dan ada hari yang ditetapkan, di mana semua warga Wotu harus menggunakan bahasa Wotu. Kalau ada tamu dari luar, ya pakai penerjemah," saran Budiman.

Sementara Ketua Panitia Revitalisasi Bahasa Wotu, Sumardi Noppo berharap perhatian dari Pemkab Luwu Timur lebih besar lagi dalam pelestarian adat dan Bahasa Wotu.

"Sebisa mungkin setiap tahun ada anggarannya dari pemerintah," ujar Sumardi yang juga pemangku adat Kemacoaan Bawalipu.

Dalam kegiatan itu, turut ditampilkan tarian kajangki khas dari Wotu.

Tari Kajangki dari Wotu ditetapkan sebagai Warisan Takbenda Indonesia, Rabu (10/10/2018).

Penyerahan sertifikat bertandatangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy diserahkan di Gedung Kesenian Jakarta.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved