Opini Rusman Madjulekka
IAS Reborn
Aco masih sangat layak menjadi aktor dalam parpol di usia 56 tahun. Seperti Nimatullah Erbe (56), Taufan Pawe (56), Rusdi Masse (48), Irwan Aras (46).
Kemampuan Aco melompati satu generasi di atasnya juga tergambar saat menjadi wali kota periode pertama. Beberapa tokoh menyebutnya anak ingusan.
Prof Idrus Paturusi ketika itu sempat menyebut Aco dengan "anak kecil jadi wali kota bisa buat apa?". Tapi semua itu dijawab dengan karya. Lalu menang mutlak di periode keduanya (2009).
Lalu, ketika ada yang membelah struktur arus politik menjadi dua generasi; yang saatnya menjadi aktor dalam parpol dan saatnya menjadi pengayom bagi para aktor politik itu, maka sesungguhnya Aco berada di dua generasi itu.
Karena lompatan karier politiknya, Aco masih sangat layak menjadi aktor dalam parpol di usia 56 tahun. Seperti Nimatullah Erbe (56), Taufan Pawe (56), Rusdi Masse (48), Irwan Aras (46).
Karena lompatan itu pula, secara kualitatif Aco berada di level generasi pengayom parpol. Patahan karier selama 5 tahun karena tersandung kasus hukum, tidak mengurangi kediiterimaan di dua level arus politik ini.
Nurmal Idrus, Pengamat Politik, menyimpulkan itu terjadi karena persepsi publik Sulsel menempatkan Aco sebagai orang terzalimi di kasus itu.
Lalu, khusus terkait rivalitas di internal Demokrat, mendorong Aco mengurungkan niatnya merebut kembali kursi ketua Demokrat dengan menempatkannya sebagai tokoh yang sudah lewat eranya, beraroma upaya menutupi kekurangan kepemimpinan yang sedang berjalan! Berniat menjegal Aco Rebound!
Saya pribadi melihat dinamika Aco Rebound sebagai momentum politik.
Pasalnya, momentum politik tidak diciptakan, ia tercipta. Ketika momentum itu sejangkauan tangan dan anda tidak meraihnya,maka orang lain akan mengambilnya.
Bicara politik bagaimana pun adalah soal persepsi dan popularitas. Dan citra atau image seseorang terbentuk bukan juga karena diciptakan, apalagi dipaksakan.
Dengan kata lain, seseorang tidak perlu sekolah politik ke negeri ‘Paman Sam’ untuk menjadi presiden, cukup menjadi eksportir mebel untuk meraihnya. Popularitas dan momentum dalam politik selalu berbanding sejajar. Keduanya benda unik dan misterius, tanpa perbatasan.
Kita juga harus maklum, sistem politik di negeri ini perlu kendaraan untuk sebuah “dejavu” yang bukan perkara mudah untuk dirangkai ulang.(*)
Jakarta, 17 Oktober 2021