Jenderal M Jusuf
Kisah Jenderal M Jusuf, Ditunjuk Jadi Panglima ABRI Meski Lama Tak Aktif di Militer
Jika sekarang pimpinannya diusulkan oleh Presiden dan disetujui oleh DPR RI, tidak demikian di jaman Orba
TRIBUN-TIMUR.COM - Siapa sangka, setelah 14 tahun tidak akfif di militer dan tidak memakai seraham militer, tiba-tiba Jenderal M Jusuf diangkat menjadi Panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
DI jaman pemerintahan Orde Baru (Orba), militer Indonesia masih bernama ABRI. Jika sekarang pimpinannya diusulkan oleh Presiden dan disetujui oleh DPR RI, tidak demikian di jaman Orba. Panglima ABRI menjadi kewenangan penuh oleh Presiden Soeharto kala itu.
Karena sudah lama tidak aktif sebagai militer, Jenderal M Jusuf bahkan sampai harus latihan baris berbaris agar bisa menyesuikan dengan perubahan cara baris-berbaris yang ada di jaman itu.
Berapa lama Jenderal M Jusuf harus latihan baris berbaris? Jenderal asal Sulawesi Selatan itu harus berlatih selama tiga tahun lamanya sebelum ia resmi dilantik menjadi Panglima.
Kisah mengenai Jenderal M. Jusuf salah satunya tertuang dalam buku Salim Said berjudul "Dari Gestapu ke Reformasi Serangkaian kesaksian".
Pangkat terakhir M. Jusuf dalam ABRI adalah Brigadir Jenderal dengan jabatan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin.
Ia lalu dipromosikan menjadi Menteri Perindustrian Ringan pada 1965 setelah berhasil menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar.
Salim Said yang juga pernah menjadi wartawan Tempo itu menulis, jalan M Jusuf menuju Panglima ABRI dimulai saat 1 Oktober 19965 ketika G30S meletus.
Saat itu ia masih berada di Beijing, tapi ia langsung terbang ke Indonesia begitu mendengar kabar kerusuhan. Begitu sampai di Kemayoran, ia tidak segera melapor ke Presiden Soekarno selaku atasannya.
Ia justru pergi ke Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), tempat Soeharto memimpin operasi penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Keputusannya itu diduga karena insting politiknya yakin era Soekarno sudah berakhir dan Soeharto-lah yang bakal naik.
M. Jusuf juga turut berperan sebagai king maker. Ia bersama Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amir Mahmud mendatangi Soekarno dan mendesaknya untuk mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar yang menjadi legitimasi Soeharto menggantikan Soekarno.
Soeharto lantas membalas jasa mereka. Basuki Rahmat ia jadikan sebagai Menteri Dalam Negeri. Tatkala Basuki mendadak wafat, Amir Mahmud menggantikan posisinya. Berbeda dengan keduanya, Soeharto justru menempatkan Jusuf sebagai pemimpin ABRI.
Penjelasan pengangkatan Jusuf menjadi panglima ABRI bisa ditemukan dalam memoar Jusuf Wanandi, "Shades of Grey".
Menurut Wanandi, muncul suara-suara kritis terhadap kebijakan Soeharto, terutama mengenai sikap keras kepada mahasiswa, saat rapat para Jenderal di Markas ABRI pada awal 1978.