Tribun Makassar
Cerita Daeng Ngalle 40 Tahun Jadi Tukang Becak, Seminggu Kadang Hanya Dapat Rp 50 Ribu
Kendati demikian, ia tetap bersyukur dengan penghasilan yang didapatkan. Istrinya, Daeng Lumu menjual gorengan di rumahnya
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Moda transportasi terus berubah sering perkembangan zaman.
Dahulu orang mengandalkan becak.
Kini hampir semua orang telah beralih ke transportasi berbasis aplikasi.
Walau begitu, sejumlah warga Makassar masih bertahan menjadi tukang becak.
Daeng Ngalle, salah satunya.
Dia menjadi tukang becak sejak tahun 1980-an hingga sekarang.
Pria 60 tahun ini memilih bertahan jadi tukang becak demi memenuhi kehidupan sehari-sehari.
Selain itu, ia merasa seluruh badannya sakit jika tak mengayuh becak.
“Badan saya sakit kalau tidak keluar narik becak. Saya jadikan olahraga juga ini narik becak," kepada tribun-timur.com, Kamis (30/9/2021).
Lokasi mangkalnya di Jl Lamadukelleng, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Tepatnya, di depan Kantor Perwakilan Yayasan Josph Yeemye Wilayah Sulselra.
Dulu sebelum jadi tukang becak, dia bekerja di perusahaan meubel.
Membuat meja, lemari dan kursi.
Namun, karena toko ditempati bekerja tutup, ia pun mencari rejeki menjadi tukang becak hingga sekarang.
Jadi tukang becak, kata Daeng Ngalle, penghasilannya tak menentu.
Dalam sehari kadang tidak ada penumpang.
Bahkan dalam seminggu, uang didapat kadang Rp 30 ribu samapi Rp 50 ribu saja.
Padahal ia mulai mangkal dari pukul 07.00 Wita – pukul 17.00 Wita.
“Sekarang sedikit penghasilan. Kadang Rp 30 ribu-Rp 50 ribu, itu pun dalam seminggu,” ucapnya.
Kendati demikian, ia tetap bersyukur dengan penghasilan yang didapatkan.
Istrinya, Daeng Lumu yang menjual gorengan di rumahnya di Jl Rajawali turut membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Harus tetap bersyukur, namanya rejeki. Hasil penjualan gorengan dari istri cukup dibelikan beras,” ucapnya. (*)