Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

G30SPKI

Kisah Amelia, Putri Jenderal Ahmad Yani Memilih Menepi 20 Tahun Pasca G30S PKI 1965

anak Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani Amelia Achmad Yani menceritakan kisah ayahnya setelah menjadi korban G30S PKI.

Editor: Muh Hasim Arfah
kompas.com
anak Pahlawan Revolusi Jenderal Achmad Yani (sering ditulis Ahmad Yani), yaitu Amelia Achmad Yani. 

Anda menulis buku tentang ayah Anda dan peristiwa G30S/PKI mulai 1988 dan, pada era media sosial kini, juga menulis di Facebook. Tujuan Anda?

Saya ingin generasi muda belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, sehingga mereka tahu bahwa negara ini dibentuk dari sebuah revolusi, dari sebuah kebersamaan, dengan landasan Pancasila.

Saya pikir tadinya, anak muda itu banyak yang terkait hal-hal yang negatif. Saya pikir seperti itu. Ternyata, banyak sekali pemuda Indonesia, mahasiswa, yang sangat cinta, untuk mengetahui sejarah bangsa sendiri.

Begitu mereka menghubungi saya lewat Facebook, saya menulis tiap malam, untuk mereka, seperti apa pengorbanan itu.

Saya salah satu anak Pak Yani, yang mungkin, apa ya, merasakan betul secara hati nurani saya. ketika ibu saya selalu bilang begini, "Kenapa bapakmu dibunuh, salah apa dia?"

Setiap hari pembicaraannya itu terus, seperti tidak ada jawaban. Dan, kemudian, saya mencari jawaban itu dengan menulis.

Saya mulai mewawancarai Pak Nasution ( AH Nasution ), Pak Sarwo Edhie, Pak Soemitro. Semua saya wawancara. Saya tanya, seperti apa ayah saya sebetulnya, lalu kenapa harus dibunuh.

Baca juga: Gatot Nurmantyo Memanas dengan Mantan Jenderal Kopassus Gegara Patung, Sebut TNI AD Disusupi PKI

Di situ saya (juga) mulai membuka agenda bapak saya. Di situ ada beliau mengatakan, "Kenapa saya jadi prajurit? Karena saya patriot, karena saya cinta Tanah Air."

Itu message, itu penting sekali. Pesan dari orangtua saya itu penting sekali untuk generasi muda.

"Kenapa saya belajar? Untuk jadi apa? Kenapa saya jadi prajurit? Karena saya patriot."

Tidak harus jadi prajurit, lho. Tapi, semangat itu ada.

Menulis sekaligus menjadi cara Anda mengatasi trauma yang Anda alami karena peristiwa kelam itu?

Saya menulis buku itu, bercucuran air mata saya.

Sepertinya ayah saya datang, sepertinya beliau dekat sekali dengan saya, seolah-olah saya dibimbing untuk menulis.

Baca juga: Siapa Sebenarnya Letkol Untung Sosok Diduga Dalang Peristiwa G30S/PKI, Dikenal Cerdas dan Pendiam

Kan nulisnya bukan siang hari, saya nulisnya malam hari, jam tiga pagi, jam satu malam, ketika sepi, tidak ada siapa-siapa.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved