Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Komunitas

Mengenal Komunitas To Lotang di Sidrap, Masyarakat Bugis Penganut Agama Hindu

Di tengah kounitas masyarakat Bugis di Kabupaten Sidrap, terdapat sebuah komunitas lain yang disebut To Lotang

Editor: Muh. Irham
int
Ilustrasi 

Surat keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Hindu No. 2/1966 menjadi penyelamat. Towani Tolotang dianggap sebagai bagian dari Hindu. Para penganut Tolotang sontak menerima lantaran kebijakan pemerintah yang memaksa. Pilihan tersebut sekaligus menghapus anggapan ateis dari khalayak terhadap mereka.

Meski telah memilih Hindu, tradisi dan ritual keagamannya masih mengikuti ajaran leluhur. Mereka pun menahbiskan diri sebagai sekte Hindu dan tetap menolak memiliki pura sebagai tempat ibadah.

Mereka menyepakati keputusan tersebut alih-alih permintaan PHDI tentang pembangunan pura di Sidrap. Orang-orang itu berkeras menolak. Padahal, banyak di antaranya telah belajar ke Bali untuk menjadi guru agama Hindu. Orang Tolotang teguh bersikap: mereka Hindu yang berbeda.

"Tidak ada gunanya membangun pura. Orang Tolotang sudah punya tempat ibadah sendiri. Jangan sampai dibangun malah tidak ada yang datang," kata Uwa Narto menjelaskan alasan penolakan. Meski begitu, ia menyampaikan terima kasih atas kepercayaan umat Hindu menampung mereka.

Walau kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk mereka bertulis Hindu, tapi mereka tetap menjalankan agama Tolotang. Bahkan, sebetulnya, nyaris tak ada ritual yang serupa dengan Hindu.

Sebagai contoh, orang Tolotang melakukan ritual Sipulung sebagai perayaan terbesar keagamaan. Sipulung bak Natal bagi umat Kristiani atau Lebaran bagi Muslim. Penganut Tolotang dari seluruh penjuru dunia akan pulang dan berkumpul di Perrinyameng, makam I Pabbere. Nama disebut terakhir adalah tokoh yang sangat disegani dan dicintai orang Tolotang.

Ritual tersebut tertutup bagi komunitas luar. Di dalamnya berlaku banyak agenda. Salah satunya, tradisi Massempe (adu tendangan dengan kekuatan kaki). Kini, kebiasaan itu hanya dilakukan anak kecil.

Bagi orang Tolotang, musyawarah sudah menjadi tradisi. Bahkan, keputusan mengenai ritual Sipulung--yang dilakukan sekali setahun--harus diambil lewat musyawarah para tetua adat. Sipulung terjadi pada tiap Januari. Musyawarah tinggal menentukan tanggalnya saja.

"Kalian terlambat, baru saja kami menggelar Sipulung," katanya menanggapi ketika kami hendak melihat ritual mereka.

Meski ritual itu tertutup, bukan berarti tidak boleh dikunjungi. Orang luar hanya boleh melihat ke beberapa lokasi. Begitu pun, ada ritual yang tak boleh diabadikan. Tindakan ini mereka lakukan karena menghargai pengorbanan leluhur, selain memang tempat dimaksud sakral.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved