Kasus Suap Nurdin Abdullah
Majelis Hakim Tolak Pengajuan Eksepsi Eks Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat
Sehingga majelis hakim memerintahkan perkara ini lanjut ke tahap pembuktian dakwaan dari penuntut umum.
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sidang pembacaan putusan sela, terdakwa penerima suap proyek infrastruktur Sulsel, Edy Rahmat digelar di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Kamis (12/8/2021).
Majelis Hakim yang diketuai Ibrahim Palino menyatakan jika eksepsi/keberatan Penasihat Hukum Edy Rahmat ditolak.
"Menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa Edy Rahmat dinyatakan ditolak," ujar Ibrahim Palino.
Hakim menilai keberatan penasehat hukum Edy Rahmat, yang menganggap surat dakwaan penuntut umum tidak jelas dan tidak cermat, tidak dapat dikatakan sebagai materi eksepsi.
"Menurut majelis hakim, nota keberatan penasihat hukum bukan merupakan materi eksepsi, batal demi hukum," jelasnya.
Adapun materi eksepsi dari penasehat hukum sudah masuk ke materi pokok perkara.
Sehingga majelis hakim memerintahkan perkara ini lanjut ke tahap pembuktian dakwaan dari penuntut umum.
"Sudah masuk ke pokok perkara, sehingga harus dilakukan pemeriksaan alat bukti dan barang bukti yang saling berkesesuaian," katanya
Setelah itu, hakim memerintahkan agar perkara ini dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum sudah cermat jelas dan lengkap, jadi memerintahkan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan," tutupnya.
Majelis hakim juga menangguhkan pembiayaan pokok perkara sampai adanya putusan dari majelis hakim.
Diketahui, Eks Sekdis PUTR Sulsel Edy diduga telah melakukan atau turut serta dalam perbuatan menerima hadiah atau janji untuk Nurdin Abdullah.
Melalui dirinya, Edy menerima uang tunai sejumlah Rp 2,5 miliar atau dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Diduga uang tersebut diberikan agar NA selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, memberikan persetujuan bantuan keuangan terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
Agar dapat dikerjakan oleh perusahaan yang digunakan Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
Selaku penyelenggara negara, harusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Diduga Edy juga telah menyerahkan uang sejumlah Rp 2,8 miliar, kepada Gilang yang merupakan Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sulawesi Selatan, dari total Rp 3,24 miliar.
Dan ssanya sebesar Rp 324 juta, diambil terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Atas perbuatannya, Edy juga diancam dengan pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.(*)
Laporan Wartawan tribun-timur.com, AM Ikhsan