Success Story Haji Wagus Hidayat
Haji Wagus Hidayat Gagal Jadi Mahasiswa Ekonomi Unhas, tapi Sukses di Bisnis Maskapai
Home base SAM Air, maskapai miliknya, memang masih di Bandara Internasional Dortheys Hiyo Eluay, Sentani, Jayapura.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
Laporan jurnalis Tribun Timur, Thamzil Thahir
TRIBUN-TIMUR.COM - Haji Wagus Hidayat (45), makin hari makin tambah sibuk.
Sejak mendapatkan izin terbang dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara pada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, September 2019, Wagus harus lebih pandai mengatur waktu, antara Papua dan Jakarta.
Dari ujung timur ke barat Indonesia.
Home base SAM Air, maskapai miliknya, memang masih di Bandara Internasional Dortheys Hiyo Eluay, Sentani, Jayapura.
Sebagai maskapai teregister dan mendapat sertifikat AOC 135 dari otoritas penerbangan nasional (NAA) atau Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenhub, mengharuskannya membuka kantor perwakilan di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
“Minggu lalu, saya masih di Kaltara dan Balikpapan, dan Makassar,” ujar Wagus, menggambarkan kesibukannya di masa pandemi Corona ini.
Baca juga: Pria Bugis Bersandal Jepit Itu Ternyata Pemilik 6 Pesawat Terbang, The Next Susi Pudjiastuti
Tahun 2019 menjadi momentum ‘tantangan” berat bagi Haji Dayat.
Di saat usianya tengah beranjak ke usia 45 tahun ini, hanya berselang beberapa pekan, setelah mendapat mandat melayani penerbangan perintis di Maluku, dia juga masih punya kewajiban konstitusional di Sentani.
Sejak Oktober 2019, Wagus Hidayat juga harus bisa membagi waktu dengan agenda legislator di DPRD Jayapura.
Mewakili Partai Persatuan Pembangunan atau PPP, Haji Dayat kini bekerja di Komisi A yang membidani pemerintahan.
“Jadi anggota DPRD ini bukan mimpi saya. Waktu saya kampanye, dulu bahkan saya bilang saat kampanye, jangan pilih saya. Tapi karena masyarakat yang pilih ya, amanah ini kita tanggung jawab,” ujar legislator dari daerah pemilihan I Kota Sentani.
Menjadi politisi sejatinya bukan hal baru bagi Haji Dayat.
Sebelum hengkang ke Partai Kakbah, tahun 2009 lalu, dia jadi politisi non-aktif di dataran tinggi Papua.
“Saya ini bendahara Partai Demokrat di Puncak Jaya, tapi belum berani jadi caleg.”