Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Pahlawan

Cerita Ranggong Daeng Romo, Panglima Perang Laskar Lipan Bajeng yang Bikin Belanda Kocar-kacir

Ranggong Daeng Romo lahir di Sulawesi Selatan pada 1915. Sewaktu kecil, Romo menempuh pendidikannya di HIS dan Taman Siswa di Makassar.

Editor: Muh. Irham
int
Ranggong Daeng Romo, pahlawan nasional dari Takalar 

TRIBUNTIMUR.COM - Salah satu pahlawan nasional asal Sulawesi Selatan adalah, Ranggong Daeng Romo.

Ranggong Daeng Romo lahir di Sulawesi Selatan pada 1915. Sewaktu kecil, Romo menempuh pendidikannya di HIS dan Taman Siswa di Makassar.

Sebelumnya, ia juga sudah menimba ilmu agama di salah satu pesantren di Cikoang.

Selesai sekolah, Romo bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan pembelian padi milik pemerintah militer Jepang ketika mereka menguasai Sulawesi.

Setelah kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, Romo mendirikan organisasi perjuangan bernama Gerakan Muda Bajeng (GMB).

Sebelumnya, ia telah bergabung dengan barisan pemuda Seinendan dan diangkat menjadi pemimpin Seinendan di Bontokandatto.

Dalam GMB, Romo diangkat menjadi komandan barisan pertahanan untuk wilayah Moncokomba dan merangkap sebagai Kepala Wilayah Ko'Mara.

Pada 2 April 1946, nama GMB diubah menjadi Laskar Lipan Bajeng.

Tujuan dari Laskar Lipan Bajeng adalah untuk menegakkan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Di Laskar Lipan Bajeng ini Romo diangkat menjadi pemimpin. Pada 21 Februari 1946, Romo memimpin perang untuk pertama kalinya dengan kekuatan kurang lebih seratus pasukan menyerang pertahanan Belanda. Serangan ini dilakukan di sebelah Selatan Makassar.

Ranggong dan pasukannya menyerang pangkalan serdadu kolonial Belanda di Pappu, Takalar.

Keesokan harinya, Ranggong Daeng Romo kembali melakukan serangan terhadap pasukan kolonial Belanda di Polleke yang hendak mendirikan pertahanan.

Sekitar 300 orang ia kerahkan dalam pertempuran tersebut. Belanda kembali dipukul mundur.

Pada 1 Maret 1946, sebanyak 20 orang pasukan kolonial NICA tewas akibat serangan yang dilancarkan oleh Ranggong Daeng Romo.

Seminggu kemudian, serangan kembali digencarkan ke pertahanan kolonial di Pappu Takalar.

Serangan demi serangan yang dilancarkan Ranggong Daeng Romo terus berlanjut sampai Juni 1946. Pada tanggal 17 Juli 1946, semua laskar di Sulawesi Selatan bersatu dengan nama Laskar Pemberontakan Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris), dan Ranggong Daeng Romo dipilih sebagai Panglima Lapris.

Saat Lapris terbentuk, pasukan kolonial Belanda dibikin tak berkutik.

Pasukan tempur khusus tersebut mampu membuat langkah NICA menjadi berantakan. Operasi militer secara besar-besaran pun kerap dilakukan Ranggong Daeng Romo.

Namun, pada Jumat, 28 Februari 1947, pasukan kolonial NICA akhirnya berhasil memukul mundur pasukan Lapris yang terkenal gagah berani itu. Dalam pertempuran tersebut, panglima sekaligus pemimpin gerilya Sulawesi Selatan, Ranggong Daeng Romo tewas.

Setelah berjuang mati-matian melawan kolonial Belanda, Ranggong Daeng Romo terkapar bersimbah darah. Jenazahnya dimakamkan di Lengger, Takalar, Sulawesi Selatan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved