Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemprov Sulsel Gagal Raih WTP

Pemprov Sulsel Raih WDP dari BPK, Bastian Lubis: Sebenarnya Disclaimer of Opinion

Pengamat Tata Keuangan Negara Bastian Lubis menilai LHP LKPD Pemprov Sulsel Tahun 2020 selayaknya mendapatkan disclaimer of opinion

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/MUHAMMAD FADHLY ALI
Pengamat Tata Keuangan Negara Universitas Patria Artha (UPA) Bastian Lubis 

Seperti diketahui, BPK memberi opini Wajar Dengan Pengecualan atas LHP LKPD Pemprov Sulsel TA 2020.
Kepala BPK Perwakilan Sulsel, Wahyu Priyono mengatakan, ada tiga alasan mengapa Pemprov Sulsel mendapatkan opini WDP.

"Di sini yang pertama ada anggaran perubahan yang tidak diketahui oleh DPRD yaitu bantuan keuangan dari provinsi ke daerah lainnya ke kabupaten/kota," katanya.

"Jadi ada perubahan Peraturan Gubernur, yang menambah (anggaran). Jadi sebelumnya sudah bantuan ke daerah-daerah, sudah disetujui DPRD, tapi kemudian ada penambahan lagi tapi tanpa melalui persetujuan DPRD," tambahnya.

Angkanya fantastis. "Itu sebesar Rp 303 koma sekian miliar. Itu yang apabila disajikan di laporan keuangan, itu artinya melampaui anggaran," katanya.

"Sementara pelampauan anggaran itu kan sesuatu yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi ini ada pelampauan anggaran sekitar Rp 303 koma sekian miliar. Jadi cukup besar jumlahnya," tambahnya.

Yang kedua, lanjut dia, ada kekurangan kas atau kas tekor.

"Artinya posisi per 31 Desember saldo kas di kas bendahara pengeluaran di 3 OPD itu tidak ada artinya tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya," katanya.

"Seharusnya masih ada saldo kas, tapi uangnya sudah enggak ada sudah nggak tahu di mana sudah digunakan mana. Itu ada di satuan, kemudian ada di badan penghubung dan ada di dinas PU. Totalnya ketiga OPD itu ada kekurangan kas atau kas tekor Rp1,9 miliar," jelas lelaki berkacamata itu.

Kemudian,  yang ketiga ada ada di kas lainnya.

"Yaitu ada penerimaan pajak yang sudah dipungut oleh bendahara yang semestinya disetor ke kas negara tapi tidak disetor," katanya."Tapi malah digunakan untuk kegiatan lain yang tidak ada anggarannya atau tidak sedang ketentuan. Itu besarnya Rp519 juta. Jadi ada di dua OPD yaitu itu di satuan dan badan penghubung," jelasnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved