Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis
Bumi Kebermaknaan (20): Melihat Pengemis di Samping Mobil, Apa Sebaiknya Anda Lakukan?
Merebaknya pengemis di perempatan jalan memang mengundang rasa iba yang tinggi. Banyak orang terketuk untuk berbagi uang kecilnya, tak peduli apapun
Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Yang mana Anda sering lakukan, saat Anda naik mobil dan berada di lampu merah, ada pengemis muncul meminta-minta di kaca mobil Anda?
Anda memberinya dengan rasa iba, atau Anda menolaknya karena sebuah prinsip?
Sambil berfikir untuk mengecek perilaku Anda selama ini yang terkait dengan pertanyaan di atas, saya ingin mencoba mengurai kedua pilihan di atas.
Merebaknya pengemis di perempatan jalan memang mengundang rasa iba yang tinggi.
Banyak orang terketuk untuk berbagi uang kecilnya, tak peduli apapun modus yang ada di balik hadirnya pengemis.
Banyak orang berfikir apa salahnya dibantu faktanya mereka pengemis.
Lagi pula, yang diberikan hanya uang receh.
Kelompok orang seperti ini memegang keyakinan bahwa memberi itu tidak pakai nalar, tidak perlu diskusi, tidak terlalu butuh memikirkan jangka panjang.
Berbuat baik itu konkrit dan lakukan saat diperlukan berapapun sebisanya.
Kelompok orang seperti ini juga cenderung memainkan sensitifitas kemanusiaan, rasa kasian yang sangat tinggi.
Apalagi kalau yang di depannya patut memang dikasihani, anak bayi yang kepanasan atau kakek tua ringkih tak bertenaga.
Di sisi lain, banyak orang yang memahami bahwa memberikan satu sen saja kepada pengemis di jalan, itu sudah berkontribusi langsung untuk mengawetkan mental pengemis.
Bagi kelompok ini, memberi pengemis di jalan sangat tidak mendidik, bisa mematikan usaha pemerintah untuk memberdayakan mereka dengan lembaga-lembaga pemberdayaan yang dibangun.
Bagi kelompok kedua ini, memberi kepada pengemis itu artinya menghidupkan asa mereka untuk tetap bertahan di jalan.