Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis
Bumi Kebermaknaan (19): Hiduplah Selagi Masih Hidup
Saat itu, mereka yang terkena penyakit tersebut harus menjalani karantina. Pupuslah harapan keluarga ini untuk ikut ke kapal Titanic super besar itu
Kerja siang-malam suami-isteri menjadi sia-sia, karena tiket kapal Titanic di tangan mereka berubah menjadi kertas sampah yang tak berguna.
Lalu apa yang terjadi dengan keluarga itu?
Mereka akhirnya berbahagia tak terkira dengan penyakit rabies yang diderita oleh salah satu anggota keluarganya setelah mendengar kabar karamnya kapal Titanic.
*****
Cerita di atas memiliki padanan dengan cerita-cerira lain yang mungkin pernah menimpa kita, hanya settingnya yang berbeda.
Saya sengaja mengambil contoh cerita Kapal Titanic supaya terkesan besar dan dramatis seperti besarnya dan dramatisnya perjalanan Kapal Titanic itu sendiri.
Saya hanya kembali kepada jargon kemarin, "Hiduplah selagi masih hidup."
Jargon ini bermakna kemampuan membermaknai kehidupan, kemampuan menarik keyakinan terhadap hikmah dari setiap masalah yang dihadapi, atau kemampuan memberi isi dari kehampaan yang dihadapi, kemampuan menghidupi kehidupan.
Kegagalan kita adalah sering sebatas menghafal untaian-untaian penguat jiwa, di saat jiwa lagi kuat; di balik kesusahan terdapat kemudahan, setelah mendung muncul matahari, setelah ombak pasti muncul laut yang teduh, dan seterusnya.
Tetapi ketika kita mengalami keresehan jiwa, ajaran dan ujaran penguat jiwa tersebut terbang gentayangan.
Padahal ketika masalah hadir sudah pasti disiapkan perangkat hikmah yang mengikuti masalah itu.
Yang dibutuhkan adalah kemampuan memainkan keyakinan terhadap hikmah dari setiap musibah yang dihadapi.
Keyakinan tentang semakin besarnya musibah, semakin besar pula hikmahnya.
Keyakinan menghasilkan pengalaman keberagamaan dan sifatnya subyektif.
Itulah, mari belajar kepada subyek-subyek yang merasakan hikmah dari keyakinan itu di sekitar kita, tidak mesti pada orang-orang dalam cerita musibah Kapal Titanic.
Pada musibah angin kencang beberapa hari lalu di Makassar, ada teman yang mobilnya ringsek terkena pohon persis saat memarkir.
Dia cukup tenang sementara teman-teman lainnya pada bersedih melihat mobilnya yang hancur.
Dia hanya mengatakan, apa yang terjadi pada saya sekiranya tidak dilindungi oleh mobil?
What a remarkable response.(*)