Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mukjam Ramadan

Kutiba

Dan tahukah Anda; perbedaan dua jenis ibadah menahan (puasa) lapar, dahaga dan hawa nafsu itu itu ternyata ada pada kata; "KUTIBA"(كُتِبَ)

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Sakinah Sudin
Tribun Timur/ Thamzil Tahir
Kutiba alaikumu shiyam 

Masing-masing 51x sebagai verbatin (kata kerja) dan 268X dalam bentuk nomina (kata benda).

Sebagai verbatin diartikan; tertulis, termaktub, tercatat, dan atau diwajibkan.

Sebagai kata benda berarti; tulisan, catatan, kitab suci, daftar, atau aturan tertulis.

Bagi santri atau pebelajar bahasa Arab, kata kutiba dikategorikan sebagai fiil madi tsulasi mujarrad (‎فعل ماض ثلاثي مجرد); atau kata kerja aktif bentuk lampau dengan hanya tiga huruf dasar.

Bentuk tulisan kata kerja lampau ini tetap sama dengan 'kataba'; pembedanya hanya tanda baca; yang didhomma (كُ) di awal huruf, dikasrah (ِت) di tengah dan fatha (بَ) di akhir.

Selain puasa, frasa kutiba juga digunakan dalam konteks perintah hukum qisas (hukuman mati), qital (perang), hukum wasiat, hukum warisan, dan hukum berhaji.

Konteks tujuan penggunaan kata 'kutiba' pada ke-5 surah di 12 ayat peroide setelah Hijrah (Madaniah) itu untuk penegakan hukum demi kemaslahatan sosial, dan membangun pribadi-pribadi mukmin beruntung dan bertaqwa.

Ibn Arabi dalam manuskripnya; Ahkamul Quran (ditulis 543 H), menjelaskan konteks penggunaan kata 'kama kutiba ala llasina min qablikum' (telah diwajibkan kepada kaum sebelum kalian) dalam ayat puasa ini merujuk pada tiga umat agama samawi; 1. Ahlul Kitab (Yahudi umat Nabi Musa, Yahya dan Daud), 2. Nasrani (umat Nabi Isa), dan 3. Seluruh Umat manusia sebelum Nabi Ibrahim AS).

Memang, Puasa bagi umat Nasrani termasuk Katolik, juga sudah ada dan masih dijalankan sampai saat ini.

Biasanya digelar di bulan Maret dan April, menjelang (pra) Paskah. Durasinya 40 hari.

Santo Atanasius (wafat 373) dalam “Surat-surat Festal” meminta umatnya berpuasa selama 40 hari sebelum puasa yang lebih khusuk selama Pekan Suci.

Nabi Musa AS misalnya, tidak makan roti dan minum air selama 40 hari sebagai persiapan untuk menerima Sepuluh Perintah Allah.

Begitu pun dengan Elia. Ia berjalan 40 hari dan 40 malam ke gunung Allah, yakni gunung Horeb (nama lain Sinai).

Dan yang paling penting adalah pengalaman Tuhan Yesus yang  berpuasa dan berdoa selama 40 hari dan 40 malam di padang gurun sebelum Ia memulai pewartaan-Nya di hadapan orang banyak.

Hanya saja model puasa yang diwajibkan bagi dua umat terdahulu (kutiba) ini berbeda dengan Puasa Ramadan dan puasa Sunnah umat Muslim lainnya. (*)

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved