Arah Baru Peta Politik Sulsel
Bincang Ringan Bersama Ketua Demokrat Sulsel, Siapa Wagub Sulsel? Ashabul Kahfi atau Ridwan Wittiri!
Lalu, bagaiamana Surya Darma? Mungkin saja bersedia, tetapi, apakah PDIP yang memiliki determinasi paling kuat di antara partai pengusung, bersedia?
Tetapi setidaknya publik tahu kalau dirinya sebagai pimpinan DPRD, memahami persis anatomi pemerintahan Sulsel saat ini.
Bahkan, dinamika pemerintahan Sulsel dan dinamika politik yang menyertainya dalam 2-3 tahun masa pemerintahan gubernur terakhir, keterlibatan dirinya demikian intensif.
Sehingga tantangan politik pemerintahan yang bakal dihadapi ASS, baginya sangat terang benderang. Inilah yang membuat narasi itu menjadi sangat penting.
“Tantangan politik pemerintahan kita tidak ringan, kita memerlukan stabilitas, kesinambungan dan tentu penyesuaian-penyesuaian fokus, terutama terkait dengan pandemi dan pemulihan ekonomi,” kata Ni’matullah Erbe.
Sebagaimana diketahui, dua setengah tahun masa pemerintahan pasangan NA-ASS yang tersisa, tentu bukan waktu yang relatif cukup untuk merealisasikan begitu banyak program dan janji kampanye.
Termasuk bengkalai yang ada sepeninggal Gubernur Nurdin Abdullah yang butuh di-adjustment. Ini membutuhkan energi dan kekuatan ekstra dari semua pihak, terutama, tentu pemerintah Sulsel.
Sudah tepat bila kemudian ASS ditetapkan sebagai Gubernur, maka, idealnya perlu didampingi Wakil Gubernur.
Pada poin ini, saya mencoba menangkap pikiran Ni’matullah Erbe terkait sosok pendamping ideal bagi ASS. Pertama, memiliki pemahaman mumpuni tentang karasteristik dan tata kelola pemerintahan Sulsel.
Kedua, memiliki kemampuan membangun komunikasi politik dengan semua pihak, terutama hubungannya dengan pihak legislatif. Ini penting karena tanpa dukungan legislatif, pemerintahan akan berjalan tertatih-tatih. Ketiga, mampu menjadi sosok perekat di dalam tubuh pemerintahan.
Mengapa dibutuhkan sosok perekat?
Sudah bukan rahasia lagi kalau rekruitmen pejabat pada tingkat esalon, dalam dua tahun terakhir, tidak sepenuhnya mengikuti mekanisme yang berbasis kompetensi.
Sehingga, jangan heran kalau di jajaran Pemprov Sulsel, muncul konfigurasi aliansi politik, bahkan sentimen-sentimen kedaerahan dalam akses dan pengaruh. Ini tentu sangat tidak sehat bagi sebuah pemerintahan yang membutuhkan harmoni.
Tetapi sekalipun begitu, semuanya berpulang kepada partai pengusung, yaitu, PDIP, PKS, dan PAN. Sebab merekalah “pemegang rincik” yang sah untuk urusan ini. Kita hanya bisa berharap agar mereka dapat mengajukan kandidat terbaiknya, demi kepentingan Sulsel.
“Apakah di kalangan partai pengusung ada figur sesuai dengan kriteria itu?” tanya seorang teman, ikut menimpali. Ni’matullah Erbet ampak tidak merespon.
Saya tahu, dia bukan tipe politisi yang akan mempersoalkan nama pada langkah pertama, apalagi posisinya sebagai ketua partai, akan memberi implikasi politik yang menurutnya belum perlu.