Opini
Cadar dan Ekspresi Keberagamaan
Hampir di setiap kelompok yang mengaku dirinya beragama, penafsiran teks-teks suci tidak pernah lepas dari perbedaan.
Kasus pemaksaan bagi mahasiswi bercadar untuk membuka cadarnya adalah bentuk
tidak menghargai atas iman yang dianut oleh para pengguna cadar. Mengucilkan
mereka dalam lingkungan, memberikan pelabelan kepada mereka dengan sebutan “sok
suci” adalah hal yang keliru.
Bahkan, pelabelan kepada mereka yang bercadar sebagai simbol terorisme atau simbol intoleransi adalah hal yang tidak bisa dibenarkan. Mereka
yang menyebut cadar sebagai simbol kelompok intoleran, sesungguhnya telah melakukan bentuk intoleransi itu sendiri.
Pun sebaliknya. Menyebut mereka yang tidak bercadar dengan sebutan belum ber-Islam
secara benar pun tidaklah elok. Seorang Muslimah yang menolak berjabat tangan
dengan sesamanya Muslimah hanya karena dirinya tidak bercadar adalah keterlaluan.
Biarlah mereka yang bercadar merasa nyaman dengan cadarnya. Sebaliknya, biarlah
mereka yang tidak bercadar pun merasa nyaman dengan ketidak bercadarannya. Tak
ada jaminan yang lebih suci dibanding yang lain. Tak ada yang lebih “kaffah”
keberimanannya dibanding yang lain. Yang bercadar bisa saja memiliki salah, yang tak
bercadar pun demikian adanya.
Jika suatu waktu, kita menemukan sesosok wanita bercadar yang perilakunya mungkin
tidak selayaknya, maka kesalahan bukan ada pada cadarnya. Dan tidak selayaknya kemudian kita menyebutnya sebagai orang yang tidak layak menggunakan cadar. Proses keberimanan adalah proses yang panjang.
Di lain waktu, saat menemukan seorang perempuan yang tidak bercadar dan melakukan
hal yang dianggap salah oleh norma masyarakat, jangan salahkan ketidak menggunakan
cadarnya. Kesalahan bukan ada karena dirinya tak bercadar.
Tak perlu ada kebencian kepada mereka yang bercadar sama halnya tak perlu ada
kebencian bagi mereka yang memilih tidak bercadar atau bahkan memilih tak
berkerudung sekalipun. Semua punya potensi menjadi baik, pun semua punya potensi bersalah.
Bercadar atau tidak, ke duanya adalah bagian dari ekspresi keberagamaan yang harus
dihargai. Wallahu A’lam bi Asshwwab.