Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Luwu Timur

Tak Terima Anaknya Disiksa hingga Meninggal Saat Diklat KPA, Orangtua Rifaldi Melapor ke Polisi

Kasus meninggalnya Muh Rifaldi (18) peserta diklat Kelompok Pecinta Alam (KPA) Sanggar Kreatif Anak Rimba (Sangkar) Luwu Timur

Penulis: Ivan Ismar | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM/IVAN
Orang tua almarhum Muh Rifaldi bernama Sudirman melapor ke Polres Luwu Timur dan diambil keterangannya oleh penyidik bernama Bripka Seno Padang dari satuan resort kriminal (satreskrim), Senin (15/3/2021). 

TRIBUNLUTIM.COM, MALILI - Kasus meninggalnya Muh Rifaldi (18) peserta diklat Kelompok Pecinta Alam (KPA) Sanggar Kreatif Anak Rimba (Sangkar) Luwu Timur terus menjadi perhatian publik.

Muh Rifaldi (18) meninggal dunia dengan luka lebam disekujur tubuh di Puskesmas Tanalili, Luwu Utara, Sabtu (13/3/2021).

Rifaldi meninggal dianiaya dan disiksa oleh seniornya yang menjadi panitia saat diklat di Batu Putih, Kecamatan Burau dari Selasa 9 Maret 2021 itu.

Orangtua korban, Sudirman terus mencari keadilan terkait kasus yang menimpa putranya sampai meninggal tersebut.

Sudirman melapor ke Polres Luwu Timur dan diambil keterangannya oleh penyidik bernama Bripka Seno Padang dari satuan resort kriminal (satreskrim).

"Saya ke Polres Luwu Timur melapor untuk mencari keadilan anak saya yang meninggal," kata Sudirman., Senin (15/3/2021).

Sejauh ini, belum ada terduga pelaku KPA Sangkar Luwu Timur yang ditangkap polisi dalam kasus ini, sejak ditangani Polsek Bonebone, Luwu Utara.

"Langkah saya melapor, supaya kasus ini bisa ditangani secepatnya," imbuhnya.

Salah seorang peserta diklat, Aditya menceritakan hari pertama diklat, mereka disuruh kumpul lalu dibacakan pencabutan Hak Asasi Manusia (HAM) lalu seluruh peserta dipukuli.

Pencabutan HAM ini, mengharuskan peserta diklat harus menerima tindakakan semenah-menah yang dilakukan senior kepada peserta, tanpa boleh melawan. 

Setelah itu, peserta disuruh mendaki dan saat tiba di camp 2, peserta kembali dipukuli oleh senior.

Aditya mengatakan ia ikut karena informasinya untuk mendaki atau camping.

Ia tidak berfikir saat tiba dilokasi akan dipukuli atau disiksa. Ia mengaku dipukuli pada bagian muka, kaki, pantat dan lengkap juga dengan tendangan yang diterima.

Aditya dan rekannya takut bertanya atau melawan saat dipukul.

"Karena kalau bertanya ki semakin dipukul ki. Pokoknya kami diam saja dipukul," kata Aditya, siswa SMPN 3 Wotu ini.

Ibu Aditya yang mendampingi anaknya saat diwawancarai itu, meminta anaknya jujur dan bicara apa adanya perihal apa yang dialami saat mengikuti diklat.

Aditya kemudian menceritakan hal menyedihkan yang diterima almarhum Rifaldi saat mengikuti diklat KPA Sangkar Luwu Timur ini, hingga akhirnya meninggal.

"Semua badannya dipukul (Rifaldi), kan tidak mampu mi kasian jalan. Mau ka bertanya begitu sama senior ku kasih pulang mi saja itu (Rifaldi) kasian karena nda mampu mi jalan. Mau ka bertanya begitu na saya juga dipukul nanti, bae tersiksa sekali ki," katanya.

Yang paling menyedihkan kata Aditya saat malam terakhir perihal kondisi dan perlakuan yang dialami almarhum dari senior.

"Saya lihat jelas itu pas hari terakhir, malamnya. Disuruh berdiri (Rifaldi) tidak bisa mi berdiri, dibakar mi (kakinya) pakai bara-bara api," ujar Aditya.

Tidak sampai disitu, setelah kaki Rifaldi dibakar pakai bara api oleh senior, dada Rifaldi lalu ditendang dan disuruh untuk berdiri.

"Yang jelasnya pendiri itu pelakunya (yang bakar kaki dan tendang dada Rifaldi," kata Aditya. 

Menurut Aditya, Rifaldi saat ditanya apakah masih bisa, terpaksa menjawab masih semangat agar tidak dipukuli.

"Sedangkan saya juga tidak bisa mi ka, tapi takut ka, satu kali ki bilang begitu, ditempeleng ki, teman ku bilang pulang, ditempeleng pakai eiger, mukanya, telinganya sampai bernanah," ujarnya.

Ketua KPA Sangkar Luwu Timur, Darwis mengatakan pihaknya hanya memberikan hukuman berupa pembinaan kepada peserta diklat berjumlah 14 orang.

Pembinaan yang diberikan hanya berupa push up dan guling-guling. Darwis membantah kalau melakukan kekerasan fisik.

Saat ditanya Rifaldi meninggal diduga karena disiksa, Darwis menjawab "Bukan mau kami (Rifaldi) meninggal," kata Darwis.

Lokasi diklat berlangsung di Batu Putih, Kecamatan Burau, Luwu Timur dari Selasa 9 Maret 2021. Adapun ketua panitia atau korlapnya bernama Ulla.

Diberitakan, Almarhum Muh Rifaldi (18) dimakamkan di Kecamatan Leppange, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (14/3/2021).

Rifaldi akrab disapa Ippang ini dibawa menggunakan mobil ambulans dari rumah duka di Desa Kanawatu, Kecamatan Wotu, Luwu Timur menuju Wajo.

Saat mobil pembawa jenazah almarhum meninggalkan rumah duka, keluarga dan ibu almarhum menangis histeris.

"Ippang, Ippang, anakku," kata ibu korban menangis saat melihat mobil ambulans berangkat dari rumah duka.

Rifaldi meninggal dengan luka lebam di sekujur tubuhnya.

Orang tua almarhum, Sudirman mengatakan putranya ditipu dengan dalih pergi mendaki gunung atau camping sehingga ikut serta.

"Ternyata anak saya disiksa sampai meninggal," kata Sudirman kepada TribunLutim.com di rumah duka.

Sudirman juga sudah melapor ke Polsek Wotu perihal penganiayaan yang dialami putra satu-satunya tersebut sampai meninggal.

Keluarga korban sangat berharap polisi mengusut tuntas kasus ini hingga para pelaku penganiayaan dintangkap dan dihukum berat.

Laporan Wartawan TribunLutim.com, Ivan Ismar

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved