Tribun Luwu Timur
Sadis, Pengakuan Peserta Diklat Melihat Rifaldi Disiksa Senior KPA Sangkar hingga Meninggal
Peserta diklat Kelompok Pecinta Alam (KPA) Sanggar Kreatif Anak Rimba (Sangkar) Luwu Timur buka-bukaan apa yang sudah dialami selama diklat.
Penulis: Ivan Ismar | Editor: Sudirman
TRIBUNLUTIM.COM, MALILI - Peserta diklat Kelompok Pecinta Alam (KPA) Sanggar Kreatif Anak Rimba (Sangkar) Luwu Timur buka-bukaan apa yang sudah dialami selama diklat.
TribunLutim.com menemui salah seorang peserta diklat bernama Aditya di rumahnya di Desa Kanawatu, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (14/3/2021).
Rumah Aditya, berjarak sekitar 800 meter dari rumah almarhum Muh Rifaldi (18) yang meninggal dunia dengan luka lebam di sekujur tubuh setelah ikut diklat. Rifaldi adalah peserta diklat juga.
Aditya menceritakan hari pertama diklat, mereka disuruh kumpul lalu dibacakan pencabutan Hak Asasi Manusia (HAM) lalu seluruh peserta dipukuli.
Pencabutan HAM ini, mengharuskan peserta diklat harus menerima tindakakan semenah-menah yang dilakukan senior kepada peserta, tanpa boleh melawan.
Setelah itu, peserta disuruh mendaki dan saat tiba di camp 2, peserta kembali dipukuli oleh senior.
Aditya mengatakan ia ikut karena informasinya untuk mendaki atau camping.
Ia tidak berfikir saat tiba dilokasi akan dipukuli atau disiksa. Ia mengaku dipukuli pada bagian muka, kaki, pantat dan lengkap juga dengan tendangan yang diterima.
Aditya dan rekannya takut bertanya atau melawan saat dipukul.
"Karena kalau bertanya ki semakin dipukul ki. Pokoknya kami diam saja dipukul," kata Aditya, siswa SMPN 3 Wotu ini.
Ibu Aditya yang mendampingi anaknya saat diwawancarai itu, meminta anaknya jujur dan bicara apa adanya perihal apa yang dialami saat mengikuti diklat.
Aditya kemudian menceritakan hal menyedihkan yang diterima almarhum Rifaldi saat mengikuti diklat KPA Sangkar Luwu Timur ini, hingga akhirnya meninggal.
"Semua badannya dipukul (Rifaldi), kan tidak mampu mi kasian jalan. Mau ka bertanya begitu sama senior ku kasih pulang mi saja itu (Rifaldi) kasian karena nda mampu mi jalan. Mau ka bertanya begitu na saya juga dipukul nanti, bae tersiksa sekali ki," katanya.
Yang paling menyedihkan kata Aditya saat malam terakhir perihal kondisi dan perlakuan yang dialami almarhum dari senior.
"Saya lihat jelas itu pas hari terakhir, malamnya. Disuruh berdiri (Rifaldi) tidak bisa mi berdiri, dibakar mi (kakinya) pakai bara-bara api," ujar Aditya.
Tidak sampai disitu, setelah kaki Rifaldi dibakar pakai bara api oleh senior, dada Rifaldi lalu ditendang dan disuruh untuk berdiri.
"Yang jelasnya pendiri itu pelakunya (yang bakar kaki dan tendang dada Rifaldi," kata Aditya.
Menurut Aditya, Rifaldi saat ditanya apakah masih bisa, terpaksa menjawab masih semangat agar tidak dipukuli.
"Sedangkan saya juga tidak bisa mi ka, tapi takut ka, satu kali ki bilang begitu, ditempeleng ki, teman ku bilang pulang, ditempeleng pakai eiger, mukanya, telinganya sampai bernanah," ujarnya.
TribunLutim.com juga menemui salah seorang peserta bernama Ricky. Saat diklat, Ricky bertugas sebagai kepala suku.
Ricky terlihat tertidur dengan kondisi tubuh memar pada bagian wajah, luka pada kaki kiri dan ada bekas seperti terbakar di daerah dada atasnya.
Ibu Ricky, Bertha Sanda mengatakan anaknya izin berangkat untuk mendaki gunung dan tidak tahu menahu akan ada diklat sampai akhirnya putranya juga dianiaya.
"Anak saya kalau bernafas berat kayak tahan sakit, waktu pertama lihat saya berteriak karena mukanya lebam," kata Bertha.
Ketua KPA Sangkar Luwu Timur, Darwis mengatakan, pihaknya hanya memberikan hukuman berupa pembinaan kepada peserta diklat berjumlah 14 orang.
Pembinaan yang diberikan hanya berupa push up dan guling-guling. Dareis membantah kalau melakukan kekerasan fisik.
Saat ditanya Rifaldi meninggal diduga karena disiksa, Darwis menjawab "Bukan mau kami (Rifaldi) meninggal," kata Darwis.
Lokasi diklat berlangsung di Batu Putih, Kecamatan Burau, Luwu Timur dari Selasa 9 Maret 2021. Adapun ketua panitia atau korlapnya bernama Ulla.
Dia mengatakan saat Rifaldi sakit, anak KPA Sangkar yang membawanya ke Puskesmas Tanalili adalah Hafid bersama Rian.
Diberitakan, Almarhum Muh Rifaldi (18) dimakamkan di Kecamatan Leppange, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (14/3/2021).
Rifaldi akrab disapa Ippang ini dibawa menggunakan mobil ambulans dari rumah duka di Desa Kanawatu, Kecamatan Wotu, Luwu Timur menuju Wajo.
Saat mobil pembawa jenazah almarhum meninggalkan rumah duka, keluarga dan ibu almarhum menangis histeris.
"Ippang, Ippang, anakku," kata ibu korban menangis saat melihat mobil ambulans berangkat dari rumah duka.
Rifaldi meninggal dengan luka lebam di sekujur tubuhnya.
Orang tua almarhum, Sudirman mengatakan putranya ditipu dengan dalih pergi mendaki gunung atau camping sehingga ikut serta.
"Ternyata anak saya disiksa sampai meninggal," kata Sudirman kepada TribunLutim.com di rumah duka.
Keluarga korban menemukan mata kiri korban lebam, pinggang kiri dan kanan lebam, telinga keluar darah, kedua lengan lebam dan kakinya ada bekas luka terbakar.
Sudirman juga sudah melapor ke Polsek Wotu perihal penganiayaan yang dialami putra satu-satunya tersebut sampai meninggal.
Keluarga korban sangat berharap polisi mengusut tuntas kasus ini hingga para pelaku penganiayaan dintangkap dan dihukum berat.
Keluarga korban baru mengetahui almarhum meninggal di Puskesmas Tanalili, Luwu Utara, setelah foto almarhum ramai tersebar di group WhatsApp, Sabtu (13/3/2021).
Laporan Wartawan TribunLutim.com, Ivan Ismar