Opini Tribun Timur
Legacy Danny Pomanto di Makassar, Etos Perlu Tapi Etik Lebih Penting
Saya yakin setiap orang ingin punya legacy yang bisa dikenang oleh semua orang dengan baik.Publik mengenang baik sosok yang abadi seperti Daeng Patomp
Trendnya terus meningkat. Per 14 Februari saja ada 52.480 pasien yang terkonfirmasi aktif Covid-19, dengan total meninggal 805 pasien dan 47.647 orang yang sembuh.
Penyebaran Covid-19 ini harus menjadi prioritas terdepan.
Pasalnya makin hari makin naik.
Bila tidak dikendalikan ekonomi Makassar akan semakin buruk, baik pada postur anggaran APBD maupun tingkat kesejahteraan masyarakat.
Tanda-tanda pengaruh itu sudah semakin dirasakan pada input dan output kinerja di lingkungan ASN.
Terbukti gaji ASN Makassar untuk bulan Januari belum terbayar sampai sekarang.
Kualitas kemampuan kinerja ini akan berdampak pada legitimasi Pomanto. Bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari para tokoh Sulsel yang telah berkiprah di tingkat nasional dalam menilainya.
Keluarga besar Jusuf Kalla dan Aksa Mahmud yang leadership keduanya tercatat di tingkat nasional, dan tokoh Sulsel lainnya pasti akan menilai sepak terjang Danny Pomanto.
Bila tidak memuaskan, jangan harap dia husnul khatimah dalam kepemimpinannya.
Tantangan etik yang dihadapi Danny Pomanto adalah keterampilan berkomunikasinya. Ini boleh jadi akan dianggap angin lalu, tapi justru ini sangat prinsip bagi orang Makassar.
Cara komunikasi Danny Pomanto yang kerap meledak-ledak dan sering melabrak tata krama sopan santun dan budaya orang Bugis Makassar. Sipakatau, saling memanusiakan, Sipakalebbi saling memuliakan, Sipakainge, saling mengingatkan.
Di Makassar Sipangadakkang, saling tahu adat. Saya kira, ucapan rekaman Danny Pomanto yang tersebar beberapa waktu lalu terkait dengan Jusuf Kalla, membuktikan pentingnya ia sebagai pemimpin lebih arif dan bijaksana dalam bertutur, terlebih lagi kepada seniornya sesama orang Sulsel.
Kecakapan berkomunikasi ini harus sejalan dengan kearifan mengambil kebijakan internal. Jangan sampai hanya karena faktor like or dislike, sebuah kebijakan yang nyata bagus dari pendahulu, lantas dengan ringan tangannya membubarkan.
Profesionalisme kerja itu perlu, namun sejauhmana etika juga menjadi landasan dan pertimbangan.
Kita yakin bahwa bukan hanya saat ini saja relasi dan hubungan itu dibangun. Tapi untuk seterusnya.
Saya yakin, setiap orang ingin punya legacy yang bisa dikenang oleh semua orang dengan baik.
Publik mengenang baik sosok yang abadi seperti Daeng Patompo.
Saya kira Danny Pomanto ingin juga. Memenangkan ambisi yang satu, dengan cara menginjak atau membuang yang lain, bukanlah solusi terbaik. Pilihlah jalan terbaik, dengan tetap memegang budaya dan adat Bugis Makassar. Salamaki.(*)