Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gempa Sulbar

Pengungsi Gempa Sulbar: Kami Bahagia Listrik Kembali Menyala

PLN tak butuh waktu lama memulihkan secara bertahap aliran listrik yang terputus akibat gempa Sulbar

Penulis: Sukmawati Ibrahim | Editor: Suryana Anas
Dok PLN
Suasana tempat tinggal Zahrah usai diterpang gempa pada Jumat (1512021) lalu. Kini, Zahra dan keluarganya tengah membenahi rumah yang telah ia tinggali selama 27 tahun tersebut. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tak ada yang tahu kapan bencana akan datang.

Ia datang di waktu tak terduga, bisa saja di siang hari bahkan saat sebagian orang terlelap di sepertiga malam. 

Bencana yang tetiba hadir mengguncang, melahirkan duka dan ketakutan. 

Seperti yang terjadi di Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) Kamis-Jumat (14-15/1/2021) lalu.

Saat itu, langit terlihat cerah, seolah matahari telanjang tak terlindungi oleh awan.

Warga masih sibuk bekerja, ada juga yang bersantai bersama keluarga tercinta di rumah. Warung kopi, gedung-gedung perkantoran pun masih ramai.

Adalah St Zahrah (27) sebagai satu di antara warga yang tinggal di Jl Poros Mamuju-Majene, Dusun Pasada, Desa Botteng, Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju menikmati suasana itu.

Sebelum gempa mengguncang rumahnya, ia santai memainkan game Free Fire di gejednya.

Wajar, itu ia lakukan terus menerus setelah dirinya menerima hasil Swab terjangkit virus Covid-19 sekitar 10 hari sebelum Gempa. 

Di tengah kesenangannya bermain, tiba-tiba gempa mengguncang rumahnya tepat pukul 14.35 WITA.  

Zahrah dan keluarganya panik akibat guncangan berkisar magnitudo 5,9 yang berasal dari Majene.

"Pas siang hari saya santai-santai di dalam kamar, tetapi tetiba ada guncangan begitu. Jadi saya panik dan langsung melihat bapak dan mama. Lalu kakakku langsung turun ke bawa dan mengungsi ke rumah mertuanya di desa sebelah yang berkisar 2 kilometer (km) jaraknya," ujar Zahrah. 

Perempuan yang sehari-hari mendampingi adik-adik di Ruang Belajar Tadangate itu, trauma dengan kejadian itu. 

Ia memilih untuk beristirahat dan tidur di dekat kalsiboard agar tidak terkena reruntuhan apabila gempa susulan menghampirinya. 

"Pas malam hari, saya menata ulang kamarku dan menggeser tempat tidurku ke dekat kalsiboard. Begitu juga dengan orang tuaku, karena dinding tengahnya bukan batu bata. Setelah itu saya hanya berbaring memilih untuk tidak tidur," katanya. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved