Opini Supratman SS MSc PhD
Saatnya Menetapkan Hari Bahasa Bugis Sedunia, Menanti Kepedulian Gubernur Sulsel dan Wali Kota
Supratman Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas menilai penting menetapkan Hari Bahasa Bugis Sedunia.Mengapa sedunia? Karena bahasa Bugis sudah mendunia
Oleh: Supratman SS MSc PhD
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas dan Founder and Executive Director of Center for Eastern Indonesia Studies
Opini Supratman SS MSc PhD ini dimuat di Rubrik Opini Tribun Timur edisi Rabu, 10 Februari 2021, halaman 15 dengan judul Hari Bahasa Bugis Sedunia. Supratman Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas menulis, dalam catatan beberapa penulis menyebutkan bahwa manusia Bugis ada jadi penghuni awal di benua Australia, Amerika, Eropa, Afrika juga Timur Tengah. Artinya, bahwa manusia Bugis hampir ada di setiap benua yang ada di muka bumi.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kekhawatiran akan kepunahan bahasa Bugis menjadi kerisaun banyak pihak terkhusus aktivis dan akademisi yang punya perhatian besar terhadap kebudayaan dan tradisi manusia Bugis.
Keprihatinan mereka sangat beralasan dengan melihat fenomena sebagaimana berikut;
1. Ideologi globalisasi berupaya menghilangkan keberadaan dan pengaruh budaya lokal dalam kehidupan sehari-hari umat manusia.
2. Keluarga manusia Bugis tidak lagi menggunakan bahasa Bugis dirumahnya. Dalam kalimat lain, bahasa Bugis sudah sangat jarang digunakan.
3.Bahasa Bugis tidak lagi mendapat tempat di lembaga dan institusi pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat menengah.
4. Pemerintah setempat tidak punya program apalagi kebijakan terkait keberadaan, pengembangan dan peningkatan bahasa Bugis.
Kenyataan tersebut sangat kontradiktif dengan keberadaan budaya Bugis sebagai sebuah kebudayaan yang memiliki banyak keunggulan.
Sejatinya kekhawatiran itu tidak mesti ada bilamana kita melihat budaya dan segala hal yang melingkupi bahasa Bugis.
Selain itu berdasarkan pandangan berbagai keilmuan seperti filsafat, sosiologi, politik juga ekonomi keberadaan sebuah kebudayaan memiliki ruang dan tempat yang strategis dan sangat penting.
Bahkan kebudayaan manusia Bugis oleh banyak pakar dipandang sebagai sebuah kebudayaan yang berbasis pada nilai dan ajaran Islam. Sekaitan dengan hal tersebut bila kita merujuk pada Al Quran maka kita mendapatkan banyak ayat Alquran yang dapat menjadi endorsemen bagi keberadaan, pemeliharaan serta pengembangan dari sebuah kebudayaan.
Secara singkat saya ingin menyampaikan bahwa semua cabang dan keberadaan semua ilmu pengetahuan; filsafat, sosiologi, politik dan ekonomi bila tidak berlandaskan atau berangkat dari akar kebudayaan tertentu maka semuanya akan pada akhirnya, cepat atau lambat, berakhir pada kerancuan dan kekacauan.
Adapun ayat-ayat yang kemungkinan dapat dijadikan endorsement untuk menjelaskan tentang keberadaan budaya dan bahasa sebagaimana berikut:
1. Dalam surah Ar-Rum ayat 22 menyebutkan bahwa ‘di antara tanda- tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu…’ Jadi keberadaan bahasa Bugis adalah suatu tanda dari ayat Allah oleh karena itu memeliharanya adalah sebuah bentuk apresiasi daripada para pendahulu dan leluhur manusia bugis sekaligus bentuk kesyukuran kepada Tuhan. Dengan demikian memelihara dan melestarikan bahasa Bugis bahasa adalah bagin dari ibadah pengabdian kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
2. Dalam surah Al-Hujarat ayat 13 menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa untuk kalian saling mengenal. Ini jelas menguatkan ayat sebelumnya karena untuk saling kenal-mengenal itu mutlak manusia butuh alat komunikasi yaitu bahasa. Perbedaan bahasa itu bertujuan agar manusia bangga dengan bahasa, suku dan budaya mereka sendiri dan pada saat yang sama respek dengan bahasa, suku dan budaya orang lain.
3. Dalam surah Ibrahim ayat 4 menyebutkan;’ Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.’ Jadi setiap rasul yang turun ke suatu kaum dalam menyampaikan risalah yang diembannya berbahasa sebagaimana bahasa kaum itu sendiri.
Dengan ayat itu menegaskan bahwa manusia Bugis dengan bahasa Bugis dapat dipahami selayaknya dengan bahasa agama lainnya, yang mana kitabnya adalah La Galigo.
Ada informasi dari Gilbert Hamonic (1980: Du "langage des Dieux "au langage de l'Histoire. Quelques remarques à propos de l'historiographie bugis de Célèbes-sud) ada tiga tipe bahasa yang ada dalam sumber bacaan untuk memahami manusia Bugis yaitu;
1.Lontara Bilang.
2. Sureq La Galigo.
3. Basa Dewata (Bahasa Tuhan).
Klasifikasi tingkatan bahasa tersebut semakin menegaskan bahwa bahasa Bugis sejatinya memenuhi kriteria untuk digolongkan sebagai salah satu bahasa agama.
Keunggulan sekian dari bahasa Bugis adalah sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Dalam beberapa manuscript lontaraq yang berbahasa Bugis ditemukan berbagai bidang keilmuan seperti; astronomi, hukum, sosial, politik, pemerintahan, ekonomi, etika, pertanian, kesehatan (kedokteran).
Pada kesempatan ini tidak memungkinkan untuk menunjukkan semua implementasi dan contoh dari semua bidang keilmuan yang telah disebutkan.
Tetapi sebagai contoh kecil saja ada yang disebut dengan Lontara Laongruma (Pananrang) yang biasa dipakai dalam masyarakat Bugis Makassar untuk ilmu bidang pertanian dan astronomi, Lontaraq Pabbura, ada juga Lontara Assikalibeneang, dan sebagainya.
Manusia Bugis yang memang dikenal sebagai pelaut ulang sekaligus punya budaya rantau sekaligus memiliki jiwa petualang memungkinkan manusia Bugis tersebar ke seluruh penjuru dunia baik yang terlacak oleh maupun yang tidak diketahui.
Dalam catatan beberapa penulis menyebutkan bahwa manusia Bugis ada jadi penghuni awal di benua Australia, Amerika, Eropa, Afrika juga Timur Tengah. Artinya, bahwa manusia Bugis hampir ada di setiap benua yang ada di muka bumi.
Kenyataan dan beberapa faktor sebagaimana telah disebutkan merupakan alasan kuat untuk mengusulkan adanya hari bahasa Bugis sedunia. Hari bahasa Bugis sedunia ini juga dimaksud sebagai salah satu cara dan momentum untuk mempertahankan dan melestarikan serta mengembangkan keberadaan bahasa Bugis.
Cara ini juga untuk menjaga bahasa Bugis dari kepunahan. Tujuan sakral lainnya adalah mengembalikan kekuatan dan kharisma ilmu pengetahuan lokal (Local Wisdom) manusia Bugis dalam rangka menjadikan manusia Bugis yang bermartabat dan merdeka yang sesungguhnya.
Penetapan hari bahasa Bugis sedunia akan menjadi populer dan efektif manakala mendapat dukungan dari berbagai pihak; gubernur, walikota, lembaga swadaya masyarakat, dan semua lapisan masyarakat.(*)