17 Tahun Tribun Timur
Catatan 17 Tahun Tribun Timur: Digital Pandemic
SATU dasawarsa terakhir, tantangan industri dan jasa dibahasakan dengan digital disruption. Dan hampir setahun ini, tantangan itu kita juluki digital
Ini seperti warung internet dipenggal oleh smartphone.
Go Digital menjadikan konsumen dan produsen lebih taktis dalam berpikir dan bertindak.
Uang dan jasa pengantar jadi penghubung utama toko langganan dan pelanggannya.
Produsen bilang; “Biarkan pembeli memilih dan mencari kita di handphone-nya.”
Konsumen berujar: “biarkan ojol yang antre di warung bakmi atau nasi goreng.”
Fenomena ini jugalah yang juga mewarnai aktivitas jurnalis dan industri medianya.
Saat sebagian dari kami baru beradaptasi dengan dampak digital disruption dari social media, pandemi itu datang.
Aktivitas jurnalistik yang banyak di lapangan, dipaksa go digital.
Digital pandemic membuat kami dan narasumber ‘berjarak’ tapi justru lebih ‘enak’.
Wawancara tatap muka berganti video streaming.
Rekaman suara berganti jadi video vlog.
Digital pandemi memaksa “less mobility”.
Saat nyaris semua dari rumah, tanpa harus ke kantor, ke sekolah atau ke rumah ibadah, dan ke lokasi wisata, kami datang dengan ‘akselerasi digital. Itulah ‘more technology'.
Virtual meeting, virtual interview, dan weekly newswebilog bukan kemauan kami melaikan keharusan; “on-demand service”.
Virus corona membuat pengelolaan sumber daya manusia lebih fleksi.