Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sriwijaya Air Jatuh

Penyebab Sriwijaya Air Jatuh Bukan Disorientasi Pesawat Tapi Elevator, Andi Isdar Yusuf: Tunggu KNKT

Andi Isdar Yusuf menyangsikan penyebab Sriwijaya Air jatuh karena disorientasi.Pengamat penerbangan Isdar Yusuf menduga elevator sriwijaya air copot

Penulis: AS Kambie | Editor: AS Kambie
Dok: Isdar Yusuf
Andi Isdar Yusuf SH MH, pengamat penerbangan 

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, kondisi cuaca kala pesawat terbang sedang hujan dan disertai petir dengan jarak pandang sejauh 2 kilometer. Meski demikian, cuaca ini dikategorikan layak terbang atau mendarat.

Upaya perpindahan jalur ke Abasa diduga dilakukan oleh sang pilot pada penerbangan 9 Januari siang hari itu, sebelum kecelakaan terjadi.

"Diarahkan ke jalur pintas itu bukan masalah dan wajar, tapi belum sampai (jalur pintas), dia terus oleng dan jatuh," ujar pengamat penerbangan Gerry Soejatman, saat dihubungi jurnalis BBC, Aghnia Adzkia pada Selasa (12/1).

Pada peta tersebut, fase oleng dan jatuh tampak saat pesawat sempat kehilangan arah saat menuju Abasa.

Alih-alih berbelok ke arah timur laut posisi titik Abasa, ia justru sempat berbelok ke arah barat jalur normal dan kemudian tak lama kembali ke timur, dan jatuh.

Pada saat membelok ini, ketinggian pesawat menurun dari 3.322 meter di atas permukaan laut (mdpl), ke posisi 2.476 meter dalam waktu 10 detik.

Dari data yang sama, apabila digambarkan dalam bentuk tiga dimensi seperti video di bawah menggunakan data ketinggian pesawat, maka akan tampak arah jalur pesawat yang tak beraturan saat oleng dan jatuh.

Gerry memperkirakan, sang pilot mengalami disorientasi. Meski demikian, ia menjelaskan, hal ini bersifat dugaan dan perlu dicocokkan dengan data penerbangan dari pesawat. Terlebih, kecelakaan pesawat tidak hanya terjadi karena satu faktor penyebab.

"Ada kemungkinan disorientasi atau human factors. Tapi saya juga tidak bisa memastikan kapan disorientasi dimulai," kata Gerry.

"Analogi disorientasi itu kalau jalan di ruangan gelap dan mata ditutup, kita berpikir ini tegak tapi ternyata miring, berpikir naik tapi ternyata turun. Sekalipun pilot senior bisa disorientasi."

Mengutip lama Federation Aviation Administration, disorientasi ruang terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk mengidentifikasi kondisi sekitar saat terbang.

Gangguan sistem keseimbangan tubuh bisa terjadi karena adanya gangguan sensor dan ilusi.

Tiga rangsangan sensorik yang berperan membentuk keseimbangan tubuh di antaranya penglihatan, saraf vestibular di telinga bagian dalam, dan proprioception atau persepsi rangsangan untuk mengetahui posisi tubuh.

Orientasi ruangan saat terbang sulit dicapai, tergantung dari arah, kekuatan, dan frekuensi stimulus ketiga sensor. Jika ketiganya tidak bekerja dengan baik, maka akan terjadi konflik sensorik yang menyebabkan otak tidak bisa mengidentifikasi arah dan posisi.

"Itu kenapa saat terbang harus mengandalkan instrumen dan manual," katanya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved