Sriwijaya Air Jatuh
Penyebab Sriwijaya Air Jatuh Bukan Disorientasi Pesawat Tapi Elevator, Andi Isdar Yusuf: Tunggu KNKT
Andi Isdar Yusuf menyangsikan penyebab Sriwijaya Air jatuh karena disorientasi.Pengamat penerbangan Isdar Yusuf menduga elevator sriwijaya air copot
Menurut pengamat penerbangan Isdar Yusuf, biasanya pesawat saat di ketiginggain di atas dua ribu kilometer itu, outomatic pilot on.
Pilot otomatis atau outomatic pilot adalah sebuah sistem mekanikal, elektrikal, atau hidraulik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia. Umumnya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat, tetapi pilot otomatis juga digunakan di kapal dengan istilah yang sama.
“Sampai naik ke 10 ribu (10 ribu kilometer), kedua pilot masih tetap fokus mengintrol seluruh instrumen-instrumen menuju di ketinggian. Inilah momen di mana kedua pilot betul-betul fokus dan total bekerja. Maka kecil kemungkinan pilot terjadi disorientasi yang membuat pesawat oleng karena dia pindah jalur,” jelas Andi Isdar Yusuf.
Disorientasi pesawat, kata pengamat penerbangan Isdar Yusuf, biasanya terjadi di penerbangan malam, terutama malam yang kelam. “Gelap gitu lho,” ujar Andi Isdar Yusuf.
Karena, lajut pengamat penerbagan Isdar Yusuf, masih tetap pada dugaan semula bahwa penyebab Sriwijaya Air jatuh karena elemen kompas yang tidak berfungsi, terutama elevator. “Jadi ini dugaan ya, saya tetap pada dugaan bahwa elevator SJ182 itu tidak berfungsi atau copot,” jelas Andi Isdar Yusuf.
Dugaan Disorientasi
Digaan disorientasi sebagai penyebab Sriwijaya Air jatuh dikaitkan dengan infirnasi situs pelacak penerbangan. Situs ini mengombinasikan data dari Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B), Multilateration (MLAT), dan data radar.
Ketiganya diagregasi dan dikombinasikan dengan jadwal dan status penerbangan dari maskapai dan bandara untuk menghasilkan rekam jejak.
Merujuk data Flightradar24, sejak kembali aktif mengudara pada 19 Desember 2020, pesawat PK-CLC terbang dengan rute yang sama sebanyak sembilan kali.
Peta di bawah menggambarkan tiga penerbangan terakhir Jakarta-Pontianak, yakni pada 3 Januari 2021, 9 Januari 2021 saat pagi hari pukul 05.14 WIB dan siang hari pukul 14.36 WIB.
Apabila digabungkan dengan data prosedur keberangkatan (Standard Instrument Departure) yang dirilis Kementerian Perhubungan, tampak dua jalur yang biasa ditempuh oleh pesawat.
Jalur pertama seperti yang tergambar pada rekam penerbangan 9 Januari pagi hari (garis berwarna biru).
Setelah lepas landas dari bandara, pesawat akan diarahkan menuju titik yang disebut Winar dan belok ke kanan, ke titik Arjuna. Dari Arjuna, dia kemudian bergerak ke timur laut (pada peta, ke arah serong atas kanan) menuju Pontianak.
Pada beberapa kondisi, pesawat bisa diarahkan ke titik Abasa, jalur pintas. Perjalanan ini nampak pada penerbangan 3 Januari (garis berwarna hijau), yang menjadi pilihan jalur kedua.
Sesuai prosedur, perpindahan jalur ke titik Abasa biasa terjadi jika cuaca baik, tidak ada awan tebal, dan kondisi lalu lintas di udara cenderung sepi sesuai arahan Air Traffic Controller (ATC). Setelah dari Abasa, dia akan bergerak menuju destinasi.