Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Teropong Abdul Gafar

Kolom Teropong Abdul Gafar: Bubar!

Suara desingan peluru yang menyalak dari moncong senjata merobek-robek udara milik Allah SWT.

Editor: Suryana Anas
dokumen Abdul Gafar
Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar 

Suara desingan peluru yang menyalak dari moncong senjata merobek-robek udara milik Allah SWT.

Terdengar bagai irama musik yang bernuansa rock disertai kilatan cahaya yang indah terlihat.

Di seberang sana terdengar sorak-sorai suara yang membahana gembira mendengar suara letusan dan  kilatan cahaya tersebut.

Tampaknya mereka menikmati suasana seperti itu.

Tidak terlihat rasa takut, karena sudah terbiasa merasakannya.

Terkadang siang, terkadang pula malam suara letusan itu terdengar.

Hanya karena sudah terbiasa, sehingga hal tersebut tidak lagi dianggap sesuatu yang perlu dikuatirkan.

Paling-paling hanya…. lalu ….sepi kembali terjadi. Itulah romantika kehidupan di tempat itu.

Masyarakat sekitar pun cukup terhibur menonton serangan lalu terdiam sejenak dan kembali ke rumah masing-masing tanpa beban.

Menurut media massa menjuluki tempat itu sebagai ‘kerajaan’ yang bisnisnya dikendalikan oleh raja tanpa makhota beserta  sang pangeran.

Cukup lama tidak terdengar bunyi letusan lagi. Apakah kerajaan itu masih ada atau sudah bubar, membubarkan diri  atau dibubarkan? Entahlah !

Berbicara soal senjata dan peluru bukan hal baru bagi penulis.

Masih kecil, penulis sudah bersahabat dengan senjata dan peluru.

Sekitar tahun 60-70an, penulis tidur berbantalkan peluru dan senjata.

Mulai laras panjang hingga senjata genggam sudah menjadi mainan penulis sehari-hari.

Katakan misalnya  laras panjang jenis Thomson, Tommy Gun, SKS dan AK 47. Senjata genggam mulai Baretta, FN hingga kelompok colt berbagai kaliber.

Saat itu, Ayah penulis dibebani amanah menyalurkan senjata untuk kesatuannya.

Hampir setiap pekan kami ke luar kota menguji keampuhan senjata-senjata tersebut sebelum diserahkan ke kesatuan.

Di zaman itu, saat  penulis menginjak usia sekolah di SMP sudah biasa berbekal senjata genggam ke sekolah.

Kalau sekarang orang biasa membunyikan petasan pada saat-saat tertentu, bagi kami letusan itu berasal dari moncong senjata.

Senjata dan peluru asli, bukan rakitan. Tentara saat itu, memang perkasa. Kami pun anak-anaknya merasa berbangga memiliki Ayah seorang tentara.

Hidup dalam kesederhanaan namun tetap memiliki harga diri yang tinggi sebagai pembela NKRI.

Mereka menyadari diri berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Jangan menyakiti rakyat, karena rakyat itu merupakan  ‘ibu kandung’ Tentara.

Tidak menjadi anak durhaka karena menyakiti rakyat.

Kemarin, hari ini, bahkan esok kata bubar, membubarkan ataupun dibubarkan menarik perhatian kita untuk diperbincangkan.

Dalam setiap aksi yang melibatkan banyak orang untuk menyampaikan aspirasi tidak jarang terjadi benturan yang berakhir dengan pembubaran secara paksa.

Akibat berlanjut, biasanya diikuti  perlakuan yang keras hingga kasar dari setiap komponen yang terlibat aksi.

Luka, lebam, hingga percikan darah sudah bukan hal luar biasa lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada nyawa yang ‘terpaksa’ atau ‘dipaksa’ melayang akibat terjangan peluru nyasar atau disengaja.

Alkisah di suatu negeri yang terkenal masyarakatnya hidup dalam suasana akrab dan demokratis terlihat ada yang mulai resah atau gembira akibat adanya kata ‘bubar’.

Pembubaran suatu organisasi masyarakat konon harus lewat jalur pengadilan.

Namun  untuk organisasi ini langsung dibubarkan tanpa melalui proses peradilan.

Di negeri itu, kekuasaan sangat luar biasa. Apa yang dikatakan sang penguasa, itulah hukum yang mesti dilaksanakan.

Bahkan hanya dengan maklumat, perintah dapat dilaksanakan secara memaksa. Melawan maklumat berarti siap menanggung risiko yang teramat buruk.

Sebuah negeri yang dibangun dengan berdarah-darah dan nyawa dapat mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Sebuah ironi hubungan negara dan warganegaranya.

======

Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved