Kolom Teropong
Kolom Teropong Abdul Gafar: Ternyata…
Hidup adalah perjuangan yang tidak mengenal kata berhenti. Kapan ia berhenti, berarti selesailah tugas dan peran kita sebagai makhluk hidup.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Hidup adalah perjuangan yang tidak mengenal kata berhenti. Kapan ia berhenti, berarti selesailah tugas dan peran kita sebagai makhluk hidup.
Terjadi dinamika melingkupi langkah-langkah kita dalam menapaki kehidupan.
Keberhasilan tidaklah mudah dicapai tanpa usaha dan kerja keras.
Walaupun tidak menutup kemungkinan kita menemukan ada orang yang hidupnya sudah mapan karena turunan.
Pendahulunya telah berjuang keras membanting tulang (wah, patah-patahmi kodong) siang-malam memikirkan dan bekerja agar menjadi kaya raya.
Diharapkan harta yang dimilikinya menjamin tidak akan habis dinikmati untuk tujuh turunan.
Menjadi kaya tidak dilarang di negeri ini.
Selama kekayaan itu diperoleh dengan cara dan prosedur yang halal serta dibenarkan oleh hukum dan ajaran agama yang dianutnya.
Negeri ini mencatatkan sedikit orang terkaya yang menguasai banyak asset.
Kekayaan yang mereka miliki adalah hasil kerja sama dengan banyak pihak.
Kolaborasi dan mungkin juga kolusi menjadikan usaha mereka lancar tanpa hambatan yang berarti. Kerapihan kerja sama ini harus tetap dapat dipertahankan agar tidak mudah ‘terendus’ pihak lain.
Seandainya ada kebohongan didalamnya, maka itpun harus dipelihara seolah-olah kebenaran yang terjadi. Kebohongan dikali kebohongan diharapkan menghasilkan kebenaran.
Praktik-praktik seperti inilah yang berusaha dipertahankan sampai titik darah yang penghabisan. Darahnya habis terisap vampire kebohongan.
Apabila ada pihak yang berusaha mengungkapkan kebohongan itu, biasanya diselesaikan ‘secara adat’.
Artinya, maafkan saja. Lupakan kesalahannya.
Atau ‘hilangkan’ dengan cara yang aman dan terbaik.
Sejarah telah mencatat dalam ceritera kebangsaan dan bernegara berapa banyak elite kita yang terjerat kasus mau kaya sendiri atau kaya beramai-ramai secara ‘kurang ajar’.
Urat malu mereka sudah terputus akibat silau untuk merasakan kehidupan yang mewah.
Sumpah dan janji yang terucap ketika diamanahkan menerima jabatan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Penjara tidaklah menjadikan mereka memulai kembali belajar kehidupan yang benar dan wajar.
Ada cerita teman tentang temannya yang senang menjadikan penjara sebagai tempat kos murah dan aman.
Temannya itu sudah berkali-kali merasakan dinginnya lantai penjara di beberapa tempat akibat perbuatan yang sama dilakukan.
Bisnis kecil-kecilan (jual SS). Masuk ke luar bui dianggap sebagai hiburan yang mengasyikkan dan menyenangkan.
Konon kabarnya, fiktif atau fakta bahwa penjara telah menjadi sebuah lahan bisnis yang menggiurkan bagi pengelolanya.
Kamar dan segala fasilitasnya ditentukan seberapa ’kuatnya’ terpenjara mampu membayar.
Selain itu izin ke luar pun dapat dibarter dengan sejumlah ‘sumbangan ‘ kepada penguasa di lapas atau rutan.
Ah sebuah mimpi yang indah menjadi kenyataan buruk bagi pemimpinya. Tersiar kabar hanya karena mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW, ustadz Haikal dilaporkan ke polisi. Ini pertanda buruk bagi seorang yang bermimpi.
Ceritera lain, ada seorang perempuan ketika masih remaja pernah bermimpi sementara shalat melihat seseorang.
Dalam mimpinya itu, seorang perempuan disampingnya mengatakan bahwa itu Nabi Muhammad SAW. Untungnya cerita itu tempo doeloe.
Kalau zaman sekarang, bisa dilaporkan mimpinya itu ke polisi juga.
Perempuan itu namanya A. Sutiawati, ternyata saat ini menjadi ibu dari anak-anak penulis – Khadijah dan Muhammad Sholahuddin.
Apakah mimpi dapat dihukum? Pertanyaan penulis kepada seorang Perempuan Pengacara Siti Ramlah yang akrab disapa Tira mengatakan bahwa mimpi tidak bisa dihukum.
Pengalamannya selama puluhan tahun berpraktik pengacara belum pernah menemukan ada kasus mimpi dipengadilankan. Ternyata mimpiko sedeng. Ayo bangun, bangun!
=======
Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar