Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dialog Akhir Tahun LAPAR Sulsel: Covid-19 Mereset Sendi Kehidupan Manusia

Dalam Dialog Akhir Tahun LAPAR Sulsel mengungkap Covid-19 mengubah kehidupan manusia.

Editor: Muh Hasim Arfah
handover
Dialog Akhir Tahun LAPAR Sulsel mengungkap Covid-19 mengubah interaksi antar manusia 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai di Indonesia sejak Maret 2020 tidak hanya mengancam kesehatan.

Hal itu juga mengakibatkan dampak sosial membuat gesekan antar kelompok di masyarakat.

Sehingga, bisa mengancam kerukunan.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk memperkokoh kerukunan dengan semakin menguatkan keterikatan atas dasar kemanusiaan.

Di berbagai wilayah di Indonesia, tak terkecuali Makassar, kisah umat beragama yang saling bergandengan tangan dalam melakukan aksi kemanusiaan demi pencegahan Covid-19.

Begitupun dengan tokoh dan lembaga agama-agama yang secara bersama dan tak henti-hentinya menghimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan dan saling berbagi di tengah situasi krisis.

Kondisi di atas barangkali merupakan pertanda kemajuan akan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Namun, situasi demikian tak boleh membuat berbagai pihak terlena.

Kerukunan antar umat beragama di tanah air sebagai modal perekat kebangsaan masih bisa terjerembab dalam jurang pertentangan dan konflik, terutama dalam aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Sepenggal amatan atas situasi di atas menjadi tajuk dalam Dialog Akhir Tahun yang diselenggarakan oleh Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel di Red Corner Cafe, Kamis (17/12/2020).

Hadir langsung empat narasumber, di antaranya Ketua FKUB Makassar, Prof Dr H Arifuddin Ahmad, Peneliti Balai Litbang Agama Makassar Dr Syamsurijal Ad'han, Sekretaris Kesbangpol Makassar, Akhmad Namsum, Pegiat Perdamaian Makassar, Andi Suaib, dan Direktur YPMIC, Nur Hidayah.

Dalam pemaparannya, Prof Arifuddin mengungkapkan, mendialogkan masalah intolenransi harus dipercepat pada tahapan pencarian solusi.

Kemudian memediasi umat kepada pemerintah terkait kebebasan beragama, seperti pendirian rumah ibadah yang jelas terikat dengan aturan tertentu.

"Soal kebebasan beragama ada aturan masing-masing, tapi ada hal yang sifatnya universal yang dianut oleh semua agama misalnya soal kedamaian, toleransi, dan lain-lain.

Hal mendasar yang ingin saya komentari pertama, faktanya tidak sedikit penganut agama ini menganggap dirinya yang paling benar dengan mengabaikan kehadiran kelompok lain.

Yang kedua kehadiran tokoh agama ini harus mengambil peran, ada yang perannya formal yang disebutkan dalam perundang undangan dan non formal yang tidak tertulis dalam undang-udang," ungkapnya.

Sementara itu, Syamsurijal Ad’han banyak berbicara soal kebijakan moderasi beragama. Menurutnya, secara kebijakan, moderasi beragama menjadi isu penting dalam tiga tahun terkahir.

Dalam RPJMN, moderasi beragama menjadi isu penting dalam pembangunan bangsa.

Salah satu konsen Kementerian Agama dalam moderasi beragama yaitu generasi muda.

Karena yang paling mudah terpapar paham intoleran, disebutkan Ijhal, yaitu generasi muda. Hasil penelitian Litbang Makassar dan PPIM menunjukan generasi muda sangat mudah terpapar dengan menggunakan banyak pintu.

Ia melihat sasaran moderasi beragama yaitu sekolah.

"Pembacaan ulang moderasi beragama, penekanannya cara beragama dan ada 4 poin penting. Dalam konteks Islam makna moderasi beragama yaitu keadilan.

Rasulullah pertama datang bukan hanya mengajarkan teologis semata, tapi perombakan struksur sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain sebagainya.

Yang terakhir, kita membutuhkan iman kecil dan pikiran yang besar kata mas Sobari," tuturnya.

Hal senada juga datang dari Nur Hidayah.

Lebih jauh dilihatnya dari aspek berbeda.

Menurut mantan Wakil Dekan di salah satu perguruan tinggi ini menganggap Covid-19 ini mereset kembali kehidupan banyak semua orang dengan pembatasan ruang, waktu, dan jarak.

Tapi ada banyak kegiatan yang bisa kita lakukan bersama anak-anak muda.

Hampir semua wilayah termasuk Makassar menjadi daerah kritis Covid-19.

Sehingga, keberagamaan dan kesehatan mental menjadi yang peling dekat penting dijaga saat ini.

Peran generasi muda juga sangat penting, dalam situasi ini banyak sekali berita hoaks, bahkan melemahkan cinta keberagaman.

"Saat ini memang aspek agama perlu diimplementasi, bukan dalam hal ritual agama tapi interaksi sosial.

Kita sudah lemah dalam ketahanan sosial, tantangan ke depan kita bukan dalam kesehataan tetapi persoalan climate change.

Tantangan kesehatan kita akan sangat dipengurhi oleh pemanasan global," urainya.

Sedangkan pembicara terakhir, Andi Suaib berpendapat dengan kalimat seberapa penting kebijakan kerukunan dan keberaman di Kota Makassar.

Seperti diketahui, Makassar menjadi salah satu sentral ekonomi Indonesia timur.

Pentingnya satu kebijakan dalam menyelaraskan isu.

"Sebenarnya ada peningkatan yang baik dari tahun ke tahun tapi kita akan lihat dalam situasi pandemik ini bagaimana kemudian kebijakan pemerintah kota menyelaraskan isu kerukunan dan ekonomi.

Dalam situasi pandemi kasus intoleransi menurut, mungkin karena aktivitas keagamaan dibatasi ruang,” katanya.

"Secara keseluruhan, secara kebijakan bagaimana memproteksi kejadian-kejadian yang akan terjadi.

Memang potensi toleransi semakin menningkat, memang selama ini kebijakan pemkot belum memberikan perlindungan kerukunan dan keberagamaan.

Ada problem tersendiri yaitu tidak adanya konsolidasi masyarakat sipil, pemerintah, dan swasta. Peluang ditingkat kita yaitu sudah banyak CSO yang menyuarakan isu perdamaian, ini menjadi peluang tersendiri dalam membangun kerukunan dan keberagaman," imbuhnya.

Diskusi-pun berlanjut ke sesi pertanyaan yang diakhir lagi dengam respon dari semua narasumber yang dihadirkan. Hadir dalam kegiatan ini 40 peserta yang terdiri dari tokoh agama, pegiat perdamaian, aktivis lintas iman, dan mahasiswa.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved