Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Entropi Meritokrasi

Sudah sebulan lebih debat calon kepala daerah 2021 – 2025 tergelar di berbagai saluran televisi.

Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Dok Pribadi
Setiawan Aswad Widyaiswara, BPSDM Prov Sulsel 

Fenomena maraknya pergeseran personil pemerintahan yang dipaksakan, beberapa saat sebelum dan pasca pilkada yang bernuansa kepentingan kelompok, bisa mengindikasikan lemahnya komitmen atau adanya gangguan yang subtansial pada sistem merit.

Karenanya diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dalam melembagakan mekanisme yang berintegritas dan mampu menjaga sistem merit serta mencegah terjadinya spontanitas yang melesatkan gejala entropi.

Perjalanan panjang reformasi birokrasi sudah merefleksikan upaya tersebut dan telah memperlihatkan beberapa capaian signifikan.

Pun demikian, pada beberapa aspek MSDM, kerja yang lebih maksimal perlu dilakukan.

Sorotan KASN (2018) akan pola pengembangan karir khususnya mutasi/rotasi/promosi/demosi yang hanya transparan dan fokus pada Jabatan Pimpinan Tinggi, tetapi cenderung “gelap” pada level jabatan di bawahnya sehingga kepastian jenjang karir menjadi bias/rancu, mengindikasikan gejala entropi.

Pada tataran operasional, ratifikasi dalam bentuk regulasi teknis turunan di daerah atas berbagai norma nasional yang menjadi acuan sistem merit, masih sangat lemah.

Akibatnya manifestasi keterkaitan yang kuat antara hasil penilaian kompetensi, kinerja dan kualifikasi dalam menjustifikasi secara obyektif pengalokasian pegawai dalam jabatan sering kali tidak terlihat.

Belum lagi ketiadaan standar kompetensi jabatan atau tersedia tapi bersifat umum sehingga sukar diukur dan belum tersusunnya pola karir yang jelas, turut menjadi insentif pelemahan meritokrasi.

Menurut Agus Dwiyanto (2015) mantan Ketua Lembaga Administrasi Negara RI, birokrasi yang transparan bisa menjadi titik ungkit yang kuat dalam mengurangi gejala entropi meritokrasi.

Dengan transparansi, publik bisa mengetahui rasionalitas tingkah laku pemerintahan. Keterbukaan pemerintahan dapat memberi akses bagi masyarakat untuk peduli, terlibat dan mempunyai rasa memiliki (ownership) serta melakukan pengawasan jalannya reformasi birokrasi.

Menyediakan infrastruktur sistem merit khususnya standar kompetensi jabatan, manajemen kinerja dan pola karir adalah pekerjaan yang harus segera dituntaskan. Selanjutnya membakukan proses MSDM secara digital sehingga rekam jejak aspek sistem merit seorang ASN tertangkap jelas, juga menjadi cara yang efektif untuk mencegah munculnya entropi.

Penggunaan sistem informasi teknologi yang mengintegrasikan proses dan hasil penilaian pemenuhan/pengembangan kompetensi, kinerja, kualifikasi, pola karir dan kinerja seorang ASN akan menjadi sangat penting.

Sistem ini juga akan bertindak sebagai basis data tunggal sistem merit yang utuh dalam pengambilan keputusan alokasi jabatan ASN.

Terakhir tetapi justru yang terpenting adalah, komitmen para elite birokrasi pemerintahan: dari pejabat atasan hingga Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam menjaga marwah sistem merit, akan sangat menentukan rendahnya entropi meritokrasi.

Mengedepankan tindakan nyata (affirmative actions) dalam membuat birokrasi apolitis, mengesampingkan pertimbangkan nepotisme dan menjaga integritas proses penerapan sistem merit, menjadi tantangan tersendiri buat elite birokrasi.

Bagi masyarakat, meritokrasi adalah idaman, karena ia bisa menguatkan keyakinan bahwa kepercayaan dan sumber daya yang mereka berikan selama ini kepada pemerintah, dapat dikelola secara efisien, efektif dan akuntabel dalam memfasilitasi pengejaran mereka akan kualitas hidup dan kemanusiaan yang lebih baik serta bermartabat.     (*)          

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved