Kolom Teropong
Kolom Teropong Abdul Gafar: Pil Walkot
Kolom Teropong Abdul Gafar: Pil Walkot, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Oleh Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
Rangkaian kegiatan menuju perebutan kursi nomor satu tingkat kabupaten dan kota beberapa daerah di Indonesia terus bergulir.
Perjalanan waktu terasa semakin cepat diikuti perasaan yang tidak menentu iramanya.
Berbagai langkah dan upaya ditempuh demi menggapai suara dukungan dari pemilih.
Kemenangan merupakan cita-cita tertinggi dari para calon yang bertarung.
Tinggal cara, taktik dan mstrategi apa yang paling jitu menghunjam ke hati pemilih untuk menetapkan siapa yang akan didukungnya.
Jabatan tertinggi adalah incaran yang selalu menggoda hati untuk memilikinya. Karena dari jabatan itu seseorang dapat menunjukkan siapa jati dirinya.
Tentu saja selain itu terdapat sejumlah fasilitas yang dapat dinikmati berdasarkan jabatan yang diembannya.
Sudah jamak, hampir semua orang yang pernah menduduki dan merasakan empuknya jabatan akan mengulangi masa-masa ‘kenikmatan’ itu.
Jabatan adalah sebuah tanggung jawab dan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik. Ada janji kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan disaksikan banyak orang apa yang diucapkan.
Janji biasanya hanya indah didengar dan manis di mulut ketika diucapkan.
Namun, terkadang dalam perjalanan waktu, situasi dapat berubah akibat tuntutan atau kebutuhan yang ikut berkembang.
Jabatan dan pangkat yang disandang ibarat candu yang terus menggembosi akal sehat.
Ada keingnan untuk mengulang terus-menerus hingga mencapai puncak kepuasan tertinggi hingga lupa diri.
Selain karena faktor dorongan diri sendiri, tampaknya dukungan sekitar turut memperparah kondisi tersebut.
Keberhasilan ataupun kegagalan sebagai pejabat akan sangat bergantung dari situasi tersebut. Jika dukungan sekitar baik, maka besar kemungkinan kita akan terhindar dari kemalangan.
Demikian pula sebaliknya, jika dukungan sekitar buruk, maka upaya ke arah penghancuran karier dn prestasi kita akan semakin cepat pula rontoknya.
Ada orang yang menyadari potensi dan kapasitasnya tidak untuk posisi tertentu. Namun faktor pendorong dari lingkungan sekitarnya begitu kuat, akhirnya maju dalam sebuah kompetisi.
Idealnya, jika tahu dan mengenal potensi dirinya tidak atau belum pantas pada posisi tersebut, harusnya menolak.
Tetapi lagi-lagi karena ada faktor kekuatan luar yang dapat diperoleh, maka potensi itu dilupakan.
Sejarah perpolitikan kita di tanah air telah mencatat siapa-siapa saja yang telah mengukirkan namanya dalam sebuah kompetisi merebut dan menduduki posisi utama di negeri ini.
Ada orang yang berhasil dan sukses karena memang hasil kerja keras yang dimilikinya.
Ini berarti garis tangannya telah tercatatkan dalam dokumen kehidupannya.
Ada juga yang karena kerja keras dari yang campur tangan terhadap dirinya sehingga posisi itu dapat direbutnya.
Terkadang pihak yang campur tangan ini memiliki sejumlah kekuatan sekaligus kekuasaan yang dapat berpengaruh terhadap orang lain.
Di sinilah hubungan kekeluargaan, kekerabatan, pertemanan, bahkan persekongkolan memiliki potensi besar memenangkan seseorang yang berkompetisi dalam merebut posisi tertentu.
Hal lain yang sangat menunjang kelancaran perebutan sebuah kekuasaan adalah faktor pendanaan.
Boleh saja yang berkompetisi tidak memiliki dana yang besar, namun pendukungnya siap menggelontorkan dananya sebanyak-banyaknya demi suksesnya perhelatan itu.
Pemilihan Bupati Kepala Daerah di Sulawesi Selatan dan Walikota Makassar tinggal menghitung mundur dari sekarang.
Para Calon terus sosialisasi ke wilayah-wilayah yang dianggap potensil memenangkan dirinya.
Tim-tim pemenangan pasangan calon telah bekerja keras siang-malam. Visi dan misi serta program telah disampaikan.
Tinggal sekarang, sebagai pemilih harus cerdas dalam menentukan siapa yang akan diamanahkan sebagai pemimpin kita.
Jangan sampai kita terkecoh oleh rayuan maut yang berbisa. (*)