Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Teropong

Kolom Teropong Abdul Gafar: Hentikan !

Kolom Teropong: Hentikan ! oleh Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar

Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
dokumen Abdul Gafar
Abdul Gafar 

Kolom Teropong oleh Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar   

Suara bentakan keras terdengar dalam nada amarah pada sebuah situasi yang menegangkan.

Tidak lama kemudian menyusul rentetan peluru yang ditembakkan dari senapan dan pistol serta semburan gas air mata.

Tampaknya pasukan yang diterjunkan menghalau gerakan massa belum puas dengan tindakan itu.

Disusul dengan semprotan air dari mobil water canon terhadap sekumpulan massa yang mencoba bertahan.

Suasana yang semula aman-aman, akhirnya berbuntut  saling serang antara pasukan keamanan dengan kelompok massa.

Sayup-sayup terdengar suara dari belakang terlontar kata “hentikan” diteriakkan berulang-ulang.

Kata tersebut dapat ditafsirkan bermacam-macam sesuai  kondisi yang dihadapi.

Apabila terjadi kekacauan atau kerusuhan,  kata ini sangat bernilai tinggi.

Artinya, jika semua pihak mematuhi dan  memaknai secara bersama, maka bencana selanjutnya dapat dihindari.

Namun  apabila makna kata itu tidak dapat dipahami dan dimaknai secara baik, maka pastilah kerusakan berada pada masing-masing pihak yang terlibat.

Dalam suatu perhelatan yang diadakan dengan melibatkan banyak orang dan kepentingan, kata ‘hentikan’  memainkan peranan yang sangat menentukan jalannya sebuah proses yang sedang berlangsung.

Boleh saja terjadi sesuatu yang sifatnya meragukan atau berpotensi merugikan seseorang atau sekelompok orang sehingga aktivitas itu harus dihentikan.

Semisal pertandingan sepakbola. Karena terjadi pelanggaran sehingga wasit yang berwenang mengambil tindakan terpaksa menghentikan jalannya pertandingan.

Kewenangan ini dapat dilakukan kapan  saja jika terjadi pelangaran aturan main yang sudah ditetapkan  sebelumnya.

Boleh saja di awal pertandingan, di pertengahan waktu atau bahkan bisa saja menjelang akhir pertandingan terpaksa dihentikan. Wasit punya kuasa.

Dalam berbagai aktivitas, termasuk dunia politik, urusan ‘menghentikan’ bukanlah barang baru.

Saat ini pemilihan calon bupati kepala daerah, walikota, dan  gubernur sudah ada pasangannya.

Pasangan ini dapat gagal untuk ke tahapan pemilihan berikutnya jika dalam proses ke arah itu terdapat indikasi pelanggaran.

Kejadian ini pernah menimpa pasangan calon walikota Makassar periode lalu. Ada pasangan calon dihentikan oleh kerja KPU karena dinilai terjadi pelanggaran.

Tersisa satu pasangan calon yang berhadapan melawan kotak kosong. Akhir pertandingan, kotak  kosong menang, sehingga tidak ada pelantikan walikota definitif.

Henti-menghentikan sebuah proses ada yang berhasil, namun lebih banyak yang gagal.  

Baru-baru ini pemerintah bekerja sama parlemen telah menghasilkan sebuah Rancangan Undang-Undang Cilaka-20.

Dalam waktu yang singkat, RUU tersebut telah berubah menjadi UU.

Hasil kerja cepat ini menimbulkan reaksi kecaman dari kelompok masyarakat karena dianggap dapat merugikan.

Setelah terjadi ribut-ribut antara aparat keamanan dengan pihak penentang undang-undang tersebut, akhirnya pemerintah tetap menyetujui.

Gerakan-gerakan elemen masyarakat tidak dapat menghentikan jalannya penetapan undang-undang itu.

Ada pengabaian terhadap tuntutan masyarakat. Peduli amat dengan masyarakat.

Undang-undang ini akan mendatangkan manfaat yang sangat luar biasa positifnya bagi negara di masa datang, begitu mungkin harapan dari pemerintah.

Toh kalau capek demonstrasi penolakan akhiernya akan berhenti dengan sendirinya. Ada istilah yang populer “biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”.

Pemilu selalu menimbulkan kepiluan dalam perjalanan ke masa depan. Ada yang kalah, ada yang menang.

Ada yang dikalahkan, ada yang dimenangkan. Itulah kerja manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Kelebihannya karena mampu membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada, yang kurang menjadi lebih. Kekurangannya  karena ia tidak lagi menggunakan  hati nuraninya dalam mengambil keputusan.

“Pemilihan presiden di negara Adikuasa sepertinya  belajar  dari negeri ini, bagaimana menghentikan perhitungan suara karena dianggap bermasalah”, kata teman penulis. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved