OPINI
Introspeksi Bulan Bahasa di Era Krisis Moral dan Etika Generasi Bangsa
OPINI: Introspeksi Bulan Bahasa di Era Krisis Moral dan Etika Generasi Bangsa oleh Erlan Saputra Mahasiswa PBSI FBS UNM
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
OPINI: Introspeksi Bulan Bahasa di Era Krisis Moral dan Etika Generasi Bangsa
oleh Erlan Saputra Mahasiswa PBSI FBS UNM
Sumpah Pemuda adalah suatu pilar yang paling esensial dalam sejarah gejolak kemerdekaan dan dianggap sebagai reaksi semangat menentang hasrat lahirnya bangsa Indonesia.
Sebagai generasi ke generasi sepatutnya menjunjung tinggi otentisitas moral dari Sumpah Pemuda sehingga menjadi simbolisasi bahwa kita tetap menjunjung tinggi bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia.
Lahirnya Sumpah Pemuda berawal dari pemuda-pemuda pejuang yang harus diagungkan setiap generasi dari masa ke masa.
Tepatnya bulan ini menjadi bulan yang krusial bagi pemuda dan bangsa Indonesia sendiri.
Digelarnya perayaan bulan bahasa berawal dari pergerakan pemuda-pemuda bangsa di era Pra-kemerdekaan Indonesia pada puncak Kongres Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Dalam Penetapannya, pemuda-pemuda di berbagai penjuru nusantara bersatu dan bercita-cita mendeklarasikan Indonesia akan menuju sebuah negara yang bebas dari penjajahan dan mengisbatkan dengan hati suci bertumpah darah demi menegakkan tanah air, berbangsa, dan menjunjung bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia.
Sehingga dikumandangkan sedemikian identitas Sumpah Pemuda dalam keputusan kongres tersebut.
Lahirnya pula sumpah pemuda ini, tidak luput dari sebuah gerakan mahasiswa yang berakar memelopori Kongres Pemuda I 30 April 1926.
Pada saat itu, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia menjadi satu-satunya organisasi yang memimpin gerakan pemuda-pemudi.
Saat itu PPPI adalah organisasi yang mayoritas beranggotakan kaum terpelajar, dan samping itu PPPI juga berpusat di Batavia (Jakarta).
Sehingga organisasi ini diberi kepercayaan oleh kalangan publik untuk menjadi lembaga inisiator pergerakan demi mengembari kolonialisme Belanda.
Pertemuan terakhir pada 27-28 Oktober yang bertempat di Batavia yang kini dikenal dengan sebutan Jakarta adalah puncak keabsahan Sumpah Pemuda dari sekian banyak dialog yang belum maksimal.
Saat itu yang menjadi Ketua PPPI adalah Soegondo Djojopoepito dan para utusan dari organisasi-organisasi tanah air, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Khatolik Jongelingen, Pemuda Betawi dan berbagai perwakilan organisasi lainnya hadir dalam Kongres ke-II 28 Oktober 1928.