Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Opini: Jangan Sampai Bahasa Indonesia Punah oleh Penuturnya

Mereka membuka pintu selebar-lebarnya, membiarkan era itu masuk ke dunianya. Akibatnya, budaya global tumbuh, budaya lokal terancam luluh

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Asis Nojeng, Sekum Masika ICMI Makassar 

Pemangku kebijakan terkesan tak ambil peduli terhadap fenomena ini. Mereka terlena dan menikmati penggunaan bahasa asing yang meruyak, bagai tak ada masalah. Bahkan, aneh bin ajaib, pemerintah sendiri ikut melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Walau dalam undang-undang tersebut sangat jelas disebutkan tentang peruntukkan penggunaan bahasa Indonesia, yang sejatinya dirujuk oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara.

Begitupun, dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 menegaskan dengan seterang-terangnya bahwa Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut bahasa Indonesia, adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik pada instansi pemerintahan.

Namun, sangat miris melihat kenyataan karena sejumlah lembaga pelayanan publik menggunakan bahasa asing.

Di RSUD, yang notabene milik pemerintah, menuliskan Nurse Station, dan masih banyak lagi contoh.

Ketentuan yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, juga tak dipatuhi.

Pemangku kebijakan tidak konsisten, bahkan melanggar beleid tersebut.

Misalnya, pembangunan “Makassar New Port”, yang secara sederhana bisa menggunakan nama Pelabuhan Baru Makassar. Ada lagi penanda khas Kota Makassar yang juga menggunakan istilah asing, yakni “City of Makassar”.

Bahkankawasan “Center Point of Indonesia”, yang diklaim bakal dibangun Wisma Negara, penamaannya juga menggunakan bahasa asing. 

Melalui momentum Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2020, ini mestinya bisa jadi refleksi, sekaligus mengevaluasi cara kita berbahasa dan memperlakukan bahasa Indonesia.

Jangan sampai, bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, justru terbunuh oleh kita, sebagai anak bangsanya sendiri. Banggalah berbahasa Indonesia, karena bahasa menunjukkan bangsa.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved