Kemdikbud yang Dipimpin Nadiem Makarim Tuai Kritikan Lagi, Konser Ananda Sukarlan Batal Tayang
Sayang di momen satu tahun kepemimpinannya, Kemdikbud yang dipimpin Nadiem Makarim terus mendapat kritik dari para seniman.
Tak hanya Joko Anwar, beberapa pekerja seni yang turut memberikan dukungan, antara lain Dwimas Angga Sasongko, Sammaria Sari Simajuntak, Nia Dinata, Cholil Mahmud, dan Bonita.
Dukungan juga dinyatakan oleh berbagai para pelaku profesi di dunia film dan kesenian seperti sinematografer, sound designer, make up artist, visual effect artist, peneliti, pengelola ruang kesenian, pengelola festival dan lain-lain.
“Output dari industri kreatif adalah karya dan hak cipta melekat dari tiap karya tersebut. Tidak menghargai hak cipta berarti mensabotase keberadaan dan kemajuan industri kreatif. Jika ini dilakukan pemerintah, ini
bukan saja ironis. Ini menyedihkan,"kata Joko Anwar.
Sementara itu, Produser film Nia Dinata mengatakan, setipa karya apapun, pasti memiliki hak cipta yang melekat. Untuk film apapun, juga menyatu hak cipta di dalamnya.
"Kasus Ucu adalah pelajaran publik karena setiap orang yang berkarya harusnya menyadari hal itu, sehingga
ketika ada yang meminjam, menyewa, membeli karya tersebut, sudah seharusnya menjalankan kedisiplinan yang dituangkan dalam persetujuan bersama berupa kontrak atau perjanjian. Indonesia harus terbiasa berdisiplin saling menghormati demi transparansi dan keadilan sosial bersama,"jelasnya.
Penulis dan dosen kajian media Macquarie University, Sydney, Intan Paramaditha juga mengaku prihatin atas kasus ini.
“Dari isu pengambilan keputusan hingga pengelolaan anggaran, transparansi masih menjadi persoalan besar institusi negara. Dalam membayangkan pelayanan dan pendidikan publik, institusi negara belum melihat pekerja
seni sebagai rekan berdialog dengan hak-hak yang patut dihargai,"katanya.
Menurutnya, kasus yang dialami Ucu Agustin adalah salah satu contoh dilanggarnya hak pekerja seni untuk, pertama, mendapatkan pengakuan layak atas kerja yang telah ia lakukan, dan kedua, memperoleh informasi yang jelas tentang bagaimana karyanya akan diedarkan.
Berdasarkan dokumen Siaran Pers yang diterbitkan oleh Ucu Agustin dan Kuasa Hukumnya AMAR (AMAR Law Firm and Public Interest Law Office) pada tanggal 4 Oktober 2020 dan 12 Oktober yang lalu, kami mendukung Ucu menuntut hak-haknya sebagai pencipta karya film dokumenter sebagai berikut:
1. Permintaan maaf Kemendikbud secara publik, bukan hanya terkait penayangan seperti yang sudah disebutkan dalam Siaran Pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (No. 191/sipres/A6/X/2020 tanggal 5 Oktober 2020), tetapi juga disertai penjelasan bahwa telah terjadi pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Kemendikbud termasuk mengubah isi dan bentuk karya tanpa pengetahuan pembuat dan pemilik film.
2. Pernyataan sikap Kemendikbud terkait tuntutan untuk membuka rincian dan penggunaan anggaran program “Belajar dari Rumah” (BDR) Kemendikbud sehingga dapat diakses publik sebagai bentuk transparansi dalam penggunaan anggaran.
3. Pernyataan sikap Kemendikbud untuk menjelaskan prosedur pelaksanaan BDR yang sudah terlaksana selama ini, menemukan di mana letak kekeliruan terjadi serta membenahi dan melakukan pengawasan prosedur kontrak kerjasama dan tata kelola anggaran, serta membuka kepada publik apabila ditemukan penyimpangan atau pelanggaran yang berpotensi korupsi.
4. Pernyataan sikap dan kesediaan Kemendikbud terkait tuntutan untuk membuat program edukasi atau penguatan bagi para pembuat film dan komunitas seni supaya mengetahui hak-hak nya, serta melakukan kampanye publik tentang hak cipta dan pentingnya penghargaan terhadap pekerja seni;
5. Meminta kepada Kemendikbud dan TVRI melakukan penyelidikan internal untuk menjelaskan bagaimana film “Sejauh Kumelangkah” bisa berada di tangan pihak ketiga (Usee TV) yang kemudian menayangkannya dalam keadaan termodifikasi dan tanpa klarifikasi dari pemilik hak kekayaan intelektual (HAKI). Hasil penyelidikan Kemendikbud dan TVRI ini harus diumumkan terbuka kepada publik agar jelas duduk perkara persoalannya.
Para pekerja seni juga terus mendukung upaya Ucu Agustin untuk menuntut haknya, baik lewat proses negosiasi untuk mencapai musyawarah mufakat, maupun lewat jalur hukum jika jalur musyawarah tidak mencapai kata mufakat.