Tribun Wiki
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darul Huffadh Tuju-Tuju Bone, Berawal dari Mimpi Lampu Petromaks
Ustaz Saad Said mengatakan pendirian pondok pesantren ini tak lepas dari ilham melalui mimpi yang diterima sang pendiri KH Lanre Said di tahun 1962.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUNBONE.COM, KAJUARA - Pondok Pesantren Darul Huffadh Tuju-Tuju berdiri pada 7 Agustus 1975. Pesantren ini didirikan oleh KH Muhammad Said yang lebih dikenal dengan nama Lanre Said.
Lokasinya berada di Kampung Tuju-Tuju, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dari Kota Watampone harus menempuh jarak 66 kilometer.
Pimpinan Pondok Pesantren Darul Huffadh Tuju-Tuju, Ustaz Saad Said mengatakan pendirian pondok pesantren ini tak lepas dari ilham melalui mimpi yang diterima sang pendiri KH Lanre Said di tahun 1962.
Dalam mimpinya, beliau melihat sebuah lampu petromaks. KH Lanre Said pada awalnya selalu mempertanyakan apa yang menjadi takbir dalam mimpinya.
Ia membutuhkan waktu untuk membaca makna dari ilham yang diterima.
Hingga suatu waktu, beliau membaca makna bahwa harus mendirikan lembaga pendidikan dalam bentuk pesantren. Namun, ia belum tahu dimana lokasi pesantren akan didirikan.
"Lampu petromaks di atas gunung bilala beliau maknai sebagian lembaga pendidikan dalam bentuk pesantren karena dia melihat sebuah cahaya. Cahaya ini dimaknai sebagai Alquran. Dengan adanya cahaya, apa yang digerakkan dan diterapkan pesantren ini didasarkan pada Alquran," jelasnya. Selasa (20/10/2020).
Jadi, kata dia, KH Lanre Said mendirikan pesantren bukan keinginan pribadinya. Beliau mendirikan pesantren karena melihat ini sebagai sebuah perintah.
Itupun ketika mendapatkan ilham melalui mimpinya, dia belum bisa menentukan di mana lokasi pendirian pesantren.
Ia coba memaknai syarat dan pemberitahuan dalam lampu petromaks.
"Lampu petromaks kan gelap ke bawah dan terang ke samping. Berarti pesantren ini didirikan di tempat gelap matanya melihat agama," ujarnya.
KH Lanre Said lalu melakukan perjalanan untuk mencari lokasi pesantren tersebut.
Beliau melakukan perjalanan ke Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Jawa dan Sulawesi.
Bahkan di Sulawesi ia tak menemukan lokasi yang dimaksud. Sehingga dia tinggalkan Sulawesi menuju Jawa.
Sepuluh tahun di Jawa, dia juga belum menemukan lokasi sesuai petunjuk dan makna lampu petromaks.