Mengapa Draf Omnibus Law UU Cipta Kerja Selalu Berubah? Adakah Hal Substansi yang Ikut Diubah?
Indra Iskandar mengatakan, draf RUU Cipta Kerja dengan 812 halaman adalah hasil perbaikan terbaru yang dilakukan DPR RI.
TRIBUN-TIMUR.COM- Sejak disahkan melalui rapat paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020 lalu, Omnibus Law RUU Cipta Kerja belum memiliki draf final hingga Selasa (13/9/2020).
Bahkan pada Senin (12/10/2020) malam, beredar draft RUU Cipta Kerja dengan jumlah 812 halaman.
Jumlah halaman draf RUU Cipta Kerja tersebut lebih kecil dibanding yang beredar sebelumnya.
Lantas apa yang selalu berubah dalam draf RUU Cipta Kerja?
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar mengatakan, draf RUU Cipta Kerja dengan 812 halaman adalah hasil perbaikan terbaru yang dilakukan DPR RI.
Baca juga: Draf Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja Bertambah 130 Halaman Lagi, Segera Diserahkan ke Jokowi
Baca juga: Jokowi Belum Baca Draf Final UU Cipta Kerja Tapi Bilang Demo Karena Hoax, Ternyata Dengar dari Sini
"(Iya) 812 halaman, pakai format legal," kata Indra saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).
Sebelumnya, beredar draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1208, 905, dan 1035 halaman.
Saat itu, Indra mengonfirmasi bahwa yang berjumlah 1035 halaman adalah dokumen terkini.
Namun, perbaikan masih terus dilakukan. Dokumen berjumlah 1035 halaman itu kemudian menjadi 812 halaman setelah diubah dengan pengaturan kertas legal.
Saat ini, dokumen tersebut beredar dengan nama penyimpanan "RUU Cipta Kerja-Penjelasan".
"Itu kan pakai format legal. Kan tadi (yang 1035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman," tuturnya.
Indra enggan menjawab saat ditanya perihal perubahan substansi.
Ia menuturkan, Kesekjenan DPR hanya mengurus soal administrasi.
Ia pun menyebut draf RUU Cipta Kerja belum dikirim ke presiden.
"Nah, jangan tanya saya, saya enggak mau ngomong substansi. Saya hanya administrasi," ujar Indra.
Pernyataan Resmi Presiden Jokowi

Presiden Jokowi akhirnya memberikan pernyataan terkait UU Cipta Kerja yang sedang hangat dibicarakan.
Seperti yang sedang ramai, Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu dalam rapat paripurna yang dihadiri para anggota DPR RI.
Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut UU Cipta Kerja ini menimbulkan sejumlah kontroversi.
Sejumlah elemen masyarakat turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa.
Mulai dari buruh hingga mahasiswa ikut turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait penolakan UU Cipta Kerja.
Unjuk rasa di beberapa daerah bahkan berakhir dengan kericuhan.
Setelah terjadinya demo besar-besaran di sejumlah daerah, Presiden Jokowi memaparkan beberapa alasan perlunya UU Cipta Kerja untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dengan menggairahkan iklim investasi yang masuk ke Indonesia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu menyinggung soal disinformasi atau hoaks terkait polemik UU Cipta Kerja.
Penyebaran informasi yang keliru itu jadi salah satu pemicu demostrasi besar-besaran.
Berikut ini daftar 7 informasi yang dibantah oleh Jokowi sebagaimana dikutip pada Sabtu (10/10/2020):
1. Upah minimum dihapus
Jokowi menegaskan kalau upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan seperti halnya yang sudah diatur di UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, baik UMP maupun UMK.
"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral Provinsi. Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," kata Jokowi.
Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja memang menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.
Selain itu, regulasi baru ini diklaim pemerintah justru menambah perlindungan bagi pekerja.
2. Upah per jam
Jokowi juga membantah isu kalau tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.
Ia menegaskan kalau skema masih menggunakan aturan lama.
Hitungan per jam di UU Cipta Kerja dilakukan untuk memfasilitasi pekerja yang sifatnya pekerja lepas dan sebagainya.
"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.
3. Cuti dihapus
Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.
Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.
"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.
4. PHK sepihak
Ia lalu menyinggung soal kabar di UU Cipta Kerja yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.
Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.
5. Amdal dihilangkan
Jokowi membantah jika Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengurus izin Amdal. Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi, namun prosesnya dipermudah di UU Cipta Kerja.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar, Amdal tetap ada bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ucap Jokowi.
6. Perampasan tanah
Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja mengatur soal bank tanah di mana aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pembebasan tanah untuk pekerjaan infrastruktur kepentingan umum.
"Kemudian diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tahan dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," ujar dia.
7. Sentralisasi pusat
Terakhir, Jokowi juga menyinggung soal peran daerah yang dipangkas dalam kemudahan berinvestasi karena kewenangannya dialihkan ke pusat dalam UU Cipta Kerja.
"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada. Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," tegas Jokowi.
"Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," kata dia lagi.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Draf RUU Cipta Kerja Diperbarui Lagi, Berubah Jadi 812 Halaman"